Minggu, 28 November 2010

Makin Banyak Orang Asing Belajar Abhidhamma



Makin Banyak Orang Asing Belajar Abhidhamma
Thursday, March 11, 2010

Birma, Xinhua News --

Semakin banyak orang asing yang mempelajari Abhidhamma di International Institute of Abhidhamma (IIA) atau Institusi Abhidhamma Internasional di Birma setelah kursus agama berbahasa Inggris diperkenalkan, demikian narasumber dari institusi tersebut mengatakannya pada Selasa (9/3).

Hampir tiga puluhan peserta pelatihan dari Vietnam, Thailand, India, Kamboja, Laos, Bangladesh, Amerika Serikat, Perancis dan Denmark hadir di IIA, meningkat dari tahun lalu, kata narasumber.


IIA didirikan pada Juni 2007, telah diakui sebagai bagian dari anggota Association of Theravada Buddhist Universities (Asosiasi Universitas Buddhis Theravada) pada Maret tahun lalu.


Birma merupakan sebuah negara dengan mayoritas populasinya (sekitar 80 persen) beragama Buddha. Dalam negara ini diperkirakan ada lebih dari 420.000 bhikkhu dan lebih dari 60.000 biarawati dalam sembilan aliran yang telah dipersatukan pada beragam tingkatan di bawah kepemimpinan komisi keagamaan pemerintah.


Hampir 1.000 tahun, Birma memagang Buddhisme Theravada secara murni dan utuh. Pusat-pusat pembelajaran literatur Buddhis dan sekolah-sekolah pendidikan kebiaraan lainnya telah didirikan di sini sejak lama.


Ada lima universitas dan institusi Buddhis Theravada di Birma.


Sumber:
http://www.bhagavant.com/home.php?link=news&n_id=213

Sabtu, 27 November 2010

Kebangkitan Buddhisme di Selandia Baru

Kebangkitan Buddhisme di Selandia Baru

Saturday, January 23, 2010

Selandia Baru, Voxy News Engine --
Apakah yang terjadi ketika dua agama dan dua pandangan dunia bertubrukan?

Itulah pertanyaan yang berusaha dijawab oleh Hung Kemp sarjana lulusan Universitas Victoria melalui penelitian yang berfokus pada bagaimana dan mengapa warga Selandia Baru beralihkeyakinan ke Buddhisme.

“Buddhisme mendapatkan perhatian di Selandia Baru, jadi ketertarikan saya adalah dalam hal apa yang membuat warga Selandia Baru menjadi seorang Buddhis dan beragam jalan yang mereka ambil sebagai perjalanan mereka menuju dan memeluk Buddhism,” kata Mr. Kemp.

Sebagai bagian dari penelitian gelar PhD-nya, ia juga berfokus pada pembangunan identitas mereka yang beralihkeyakinan menjadi Buddhis bagi diri mereka sendiri sebagai warga Selandia Baru.

Mr. Kemp mewawancarai sekitar 70 orang Buddhis baru dari seluruh Selandia Baru dan menghadiri 27 acara-acara dan pertemuan-pertemuan Buddhis. Wawancaranya menelusuri empat faktor hubungan antara: praktik dan ritual, kedirian, keyakinan dan keterlibatan.

“Hal ini pada dasarnya sebuah perhitungan sosiologi kualitatif yang melacak mengapa warga Selandia Baru mengambil praktik Buddhisme dan bagaimana mereka melanjutkan untuk mencari pengertian, terutama dalam praktik, ritual, dan keterlibatan berkesinambungan.”

Meskipun Mr. Kemp mengatakan bahwa ia terkejut dengan jumlah warga Selandia Baru yang beralihkeyakinan tidaklah meningkat sebanyak yang ia kira, atau sebanyak kecenderungan yang ditunjukkan di luar negeri, Buddhisme tetap menjadi sebuah agama yang populer di sini.

“Hal ini berdasarkan pada beberapa jumlah faktor – meningkatnya profil Dalai Lama, hubungan dekat Selandia Baru dengan Asia dan fakta bahwa kami cukup terbuka terhadap agama-agama baru dan memiliki sejarah dalam Selandia Baru akan orang-orang yang bereksperimen dengan agama-agama baru.”

Mr. Kemp, yang juga memiliki sebuah gelar Masters of Theology, mengatakan kisah-kisah yang diwawancarakan berada dalam narasi sejarah sosial Arkadia.

“Jika Selandia Baru adalah Arkadia – bersih, hijau, 100% murni dan tempat yang ideal untuk ditempati – maka dapat dipahami sebagai sebuah Tanah Suci Buddhis. Arkadia dan Tanah Suci datang bersama-sama dalam pengertian “tempat tinggal”, menawarkan sebuah peran baru imajinasi bagi para praktisi Buddhis.” Secara keseluruhan, ia mengatakan bahwa penelitiannya mengindikasikan bahwa para pengalihkeyakinan baru secara penuh percaya bahwa Selandia Baru adalah sebuah tempat yang baik untuk mempraktikkan Buddhisme.

“Buddhis di Selandia Baru mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan untuk membentuk identitas mereka sendiri dan menemukan sebuah turangawaewae atau tempat identitas untuk berpijak.”

Salah satu pembimbing Mr. Kemp, Profesor Paul Morris mengatakan, ”Karya perintis Dr. Kemp yang merupakan studi sistematik pertama atas warga Selandia Baru yang menjadi seorang Buddhis, memberitahukan kepada kita baik mengenai agama dan spiritualitas dalam negara kita dan pengejewantahan khusus dari Buddhisme di sini.” Mr. Kemp lulus dengan gelar PhD bidang Studi Keagamaan dan beharap untuk mengajar studi Keagamaan atau Asia. Pembimbingnya adalah Dr Rick Weiss dan Profesor Paul Morris.

Sumber: http://www.bhagavant.com/home.php?link=news&n_id=206

Jumat, 26 November 2010

Tiger Woods: Saya Dibesarkan Sebagai Buddhis

 
 
Tiger Woods: Saya Dibesarkan Sebagai Buddhis


Wednesday, February 24, 2010
Florida, AS, Bhagavant.com --
Setelah terlibat dalam sebuah skandal yang mengguncang keluarganya dan mengalami kecelakaan mobil pada Nopember tahun lalu (27/11/2009), pegolf profesional nomor 1 dunia, Tiger Woods (34) memutuskan untuk kembali mempraktikkan Buddhisme guna mengubah kehidupannya.

Dalam permintaan maafnya secara umum yang disiarkan oleh beberapa media televisi dari markas PGA Tour, Florida (19/2), Woods mengakui bahwa ia telah bertindak tidak setia kepada isterinya. Dulu ia menganggap bahwa ia bisa melakukan apapun karena kesuksesannya. Dan kini ia menyadari bahwa ia telah salah karena telah melakukan hubungan di luar nikah dan meminta maaf atas perilakunya yang menyakiti keluarga, rekan-rekan, para penggemar, dan mitra bisnisnya.


Selain permintaan maaf, Woods yang memiliki ibu asal Thailand ini juga menyampaikan tekadnya untuk kembali mempraktikkan Buddhisme yang sempat ditinggalkannya.


“Saya memiliki banyak pekerjaan yang perlu dilakukan, dan saya bermaksud mendedikasikan diri saya untuk melakukannya. Bagi saya, bagian dari mengikuti jalan ini adalah Buddhisme, yang telah ibu saya ajarkan kepada saya di usia muda," kata Woods,


“Orang-orang mungkin tidak menyadarinya, tapi saya dibesarkan sebagai Buddhis, dan saya secara giat mempraktikkan keyakinan saya dari masa kanak-kanak sampai saya menyimpang darinya dalam beberapa tahun terakhir,” lanjut Woods.


“Buddhisme mengajarkan bahwa kehausan (napsu) terhadap segala sesuatu di luar diri kita menyebabkan sebuah ketidakbahagiaan dan sebuah pencarian keamanan yang tidak berguna,” lanjutnya. “Buddhisme mengajarkan saya untuk berhenti mengikuti setiap hawa napsu dan untuk belajar menahan diri. Secara jelas, saya telah kehilangan jejak dari apa yang telah diajarkan kepada saya.”


Dalam wawancara-wawancara sebelumnya, Woods mengatakan bahwa ia telah mempraktikkan meditasi dan mengunjungi vihara bersama dengan ibunya, Kultida Woods. Woods berterima kasih kepada ibunya dan keyakinan ibunya (yaitu Theravada Buddhisme yang dianut oleh mayoritas masyarakat Thailand), yang telah memberikan kemampuan konsentrasi yang diperlukan di dalam lapangan golf dan sepanjang hidupnya.


Pernyataan Tiger Woods yang akan kembali mempraktikkan Buddhisme untuk membawa keseimbangan dalam kehidupannya, secara telak menandaskan dan mematahkan ajakan Brit Hume, seorang analis Fox News dan sekaligus seorang Kristiani, yang mengajak agar Woods berpaling kepada Yesus untuk berurusan dengan kesalahannya.[Sum]


Sumber:
http://www.bhagavant.com/home.php?link=news&n_id=211

Kamis, 25 November 2010

Lakukanlah Dengan TUlus


Lakukanlah Dengan TUlus
Dituturkan langsung oleh Trinita, Pekan Baru

Saya baru saja pindah ke Pekan Baru dan tinggal di komplek ini tepatnya tanggal 28 Februari yang lalu. Sore harinya, ada tetanggaku yang mampir dan menanyakan tentang kursus bahasa Inggris, biaya, kurikulum dan lainnya (karena aku memang membuka kursus bahasa Inggris di sini). Ia juga sempat bercerita tentang adiknya yang mendapat beasiswa sekolah di Jepang. Dari obrolan kami itu, aku tahu bahwa tetangga baruku itu adalah seorang ibu rumah tangga yang seperti ibu-ibu lainnya menginginkan anaknya rajin belajar dan menjadi orang sukses kelak. Ia mendisiplinkan anaknya untuk mengerjakan PR dan mengulangi pelajaran di sekolah setiap hari. Ia juga membawa pulang brosur, katanya untuk dibagikan kepada teman-teman yang ketemu saat sama-sama menemput anak di sekolah.

Setelah beberapa hari aku tak pernah melihatnya lagi, lalu iseng-iseng aku jalan-jalan ke rumahnya, hitung-hitung mengenal lingkungan di sinilah. Saat aku tiba di rumahnya, dengan tidak segan-segan ia menceritakan kondisi ekonomi keluarganya yang lagi agak surut. Hati nuraniku tersentuh dan secara spontan aku mengatakan bahwa kedua anaknya boleh les dulu, tentang uang buku dan uang les jangan dipikirkan. Yang ada dalam benakku saat itu adalah, sayang sekali jika ada anak yang ingin belajar tapi orang-tuanya tidak mampu, sementara di sisi lain, banyak anak yang menghambur-hamburkan uang orang-tuanya, tidak mau belajar dengan baik.

Akhirnya ia setuju dan anaknya menjadi salah satu murid pertamaku pada tanggal 12 Maret lalu. Aku bahagia sekali, bisa membantu orang lain, dan aku berjanji suatu hari nanti, jika aku mampu, aku akan membuka tempat kursus yang gratis bagi saudara-saudara kita yang kurang beruntung.

Alangkah kagetnya aku, sejak hari itu, setiap sore tetanggaku itu membawakan makanan untukku, katanya daripada aku harus mengeluarkan uang lagi untuk makan malam. Ini sama sekali di luar dugaanku, dan aku menolak dengan cara halus, karena aku takut akan menambah pengeluaran untuk uang belanja mereka sehari-hari. Tapi ia ngotot ingin membalas kebaikanku, ia juga membantu menyebarkan brosur di setiap rumah di sekitar tempat tinggalku. Berkat dukungannya, dilihat dari usia tempat kursusku yang baru setengah bulan, kini jumlah muridku terhitung lumayan banyak lho.

Yang lebih herannya lagi, seminggu lalu, ketika aku mengantarkan anaknya dan menanyakan di mana tempat fotocopy yang terdekat, adiknya yang mendengar pertanyaanku langsung menghidupkan mesin sepeda motornya dan ingin menjemput kertas yang akan dicopy. Aku jadi terheran-heran, jaman sekarang ini dimana ada anak muda yang begitu ringan tangan membantu orang, biasanya adik kita sendiri saja sulit untuk dimintai tolong.

Begitulah tetangga yang sampai saat ini belum kuketahui namanya itu selalu membantu setiap kesulitan yang kuhadapi dan ia juga selalu mendoakan kesuksesanku. Kami baru saja kenal, tapi sudah seperti kaka-adik, katanya ini semua berawal dari hatinya yang tergugah menerima uluran tanganku, sedangkan aku tak pernah merasa telah mengulurkan tangan. Aku hanya ingin melihat kesuksesan pendidikan di Indonesia terulang kembali, seperti waktu itu, di mana orang-orang dari negara tetangga bangga belajar di universitas di Indonesia, bahkan kita juga pernah export guru. Sebaliknya, sekarang kita malah berlomba-lomba untuk bisa melanjutkan pendidikan di luar negeri, sungguh suatu kemerosotan yang menyedihkan.

Demikianlah yang kualami, semoga setiap bantuan yang kita berikan dilandasi cinta kasih dan tanpa pamrih sebagaimana yang diajarkan oleh guru agung kita, Sakyamuni Buddha. Semoga hal ini akan membawa kebahagiaan bagi kita dan orang yang dibantu.

Rabu, 24 November 2010

LOTUS THERAPY

LOTUS THERAPY


Sang pasien duduk dengan mata terpejam, tenggelam di dalam ritme pernafasannya, dan setelah sekian lama ia menyadari bahwa dia sedang memikirkan hubungan yang bermasalah dengan ayahnya.

“Aku sanggup berada di sana, hadir untuk rasa sakit,” katanya, ketika sesi meditasi telah berakhir. “untuk membiarkan apa adanya, tanpa memikirkan lebih lanjut.”

Therapist mengangguk setuju

“Penerimaan apa adanya,” ia melanjutkan.”Membiarkan apa adanya. Tidak berusaha untuk mengubah apapun.”


“Itu dia,” kata si therapist. “itu dia, dan ini adalah suatu hal yang besar.”

Latihan dalam kesadaran dan focus menangkap dan melepaskan emosi mungkin telah menjadi teknik psychotherapy baru yang terkenal di dekade yang telah berlalu ini. Meditasi penuh kesadaran, seperti namanya, berakar di ajaran lima abad sebelum penanggalan Kristen, oleh pangeran India, Siddharta Gautama, yang akan dikenal sebagai Buddha. Terapi ini menangkap perhatian segala macam terapi wicara, termasuk peneliti akademik, analis Freudian di dalam latihan privat dan skeptic yang telah melihat segala pencapaian oleh terapi lainnya.

Untuk bertahun tahun, psychotherapist telah berkerja untuk mengurangi penderitaan melalui perubahan kerangka cara berpikir oleh pasien, secara langsung mengubah tingkah lakunya atau membantu orang untuk mendapat pandangan dari sumber keputusasaan dan kebingungan di bawah sadarnya.

Janji dari meditasi penuh kesadaran adalah akan dapat membantu pasien untuk tahan dari banjir emosi ketika dalam proses terapi – dan pada akhirnya pengubahan reaksi di dalam kehidupan sehari di mana kata-kata tidak dapat menjelaskan.

“Ketertarikan ini telah meningkat pesat,” kata Zindel Sega, seorang psikolog dari Center Addiction and Mental Health di Toronto, di mana sesi terapi group di atas telah direkam. “dan menurut saya, sebagian besar dari hal ini adalah makin banyak therapist yang berlatih di dalam suatu bentuk percobaan bagi dirinya dan menggunakannya di dalam terapi”

Di dalam latihan dan konferensi di seluruh negri, murid, konselor dan psikolog di dalam ceramah latihan di dalam kesadaran. National Institutes of Health, telah menyokong lebih dari 50 riset untuk mengetes teknik penuh kesadaran, naik 3 di tahun 2000, untuk membantu meredakan stress, mengurangi keinginan adiktif, meningkatkan perhatian, mengangkat keputusasaan, dan mengurangi hot flash.

Sebagian pendukung mengatakan kehadiran Sang Buddha di dalam psykoterapi menyignalkan celah yang lebih besar di dalam kebudayaan – satu cara untuk mengakses penyembuhan yang lebih dalam, celah tersembunyi telah terungkap.

Akan tetapi selama ini, bukti akan meditasi penuh kesadaran membantu untuk meredakan gejala psikis hanyalah tipis, dan di beberapa kasus, bahkan menyebabkan orang menjadi lebih buruk. Banyak periset sekarang khawatir akan antusiasisme terhadap latihan Agama Buddha akan jauh ke depan di dalam ilmu pengetahuan, bahwa alat psikologi ini akan menjadi fatamorgana yang lain.

“Saya sangat terbuka dengan kemungkinan bahwa cara ini mungkin bisa efektif dan tentu saja harus dipelajari,” kata Scott Lilienfeld, seorang professor psikolog di Emory. “yang membuat saya khawatir adalah semangat, omongan tentang mengganti dunia ini. Ini dapat menimbulkan kesimpulan bahwa psychoteraphy mempunyai kecenderungan untuk tumbuh.”

Meditasi Buddhis datang di bidang psikoterapi dari arus pengobatan akademik. Di tahun 1970 an, seorang murid lulusan di biologi molecular, Jon Kabat-Zinn, tertarik oleh ide-ide Buddhis, yang mengadaptasikan versi latihan meditasi yang dapat dipelajari dengan mudah dan diteliti. Ini adalah design versi secular, bagaikan batu berharga yang diambil dari banyak lapisan fondasi ajaran Buddhis, di mana telah menumbuhkan banyak variasi sekte dan latihan spiritual dan menarik 350 juta orang di seluruh dunia.

Di dalam meditasi transedental dan tipe meditasi lainnya, para pelajar mencari untuk menjadi transen atau “menghilangkan” diri mereka sendiri. Tujuan dari meditasi penuh kesadaran adalah sangat berbeda, merawat kesadaran dari tiap sensasi di saat sensasi itu timbul.

Dr. Kabat-Zinn mengajar latihan tersebut kepada orang-orang yang menderita rasa sakit kronis di sekolah medis University of Massachusetts. Di tahun 1980an ia menerbitkan serangkaian riset yang menunjutkkan bahwa kursus 2 jam yang diberikan sekali seminggu selama 8 minggu, mengurangi rasa sakit kronis lebih efektif dari penyembuhan biasanya.

Berita menyebar, pertama secara pelan-pelan. “Saya berpikir ketika itu, periset yang lainnya harus berhati-hati ketika mereka berbicara tentang ini, karena mereka tidak ingin dikenal sebagai orang aneh jaman baru,” Dr Kabat-Zinn, sekarang seorang professot emerit di sekolah medis University of Massachusetts, berkata di dalam suatu wawancara. “jadi mereka tidak menyebutnya sebagai penuh kesadaran atau meditasi.” Setelah sekian lama, kita telah cukup menyelidiki di luar sana sehingga orang orang menjadi lebih nyaman dengan ide tersebut.”

Satu orang yang menyadarinya dari awal adalah Marsha Linehan, seorang psikolog dari University of Washington yang sedang berusaha menyembuhkan pasien yang terganggu dengan sejarah tingkah kecenderungan untuk bunuh diri. “untuk merawat pasien-pasien tersebut dengan terapi perubahan tingkah laku, telah membuat mereka menjadi lebih buruk, bukan lebih baik.” Kata Dr. Linehan di dalam suatu wawancara. “Dalam hal-hal yang lebih keras, Anda akan membutuhkan suatu hal lain, suatu hal yang membolehkan orang untuk menoleransi emosi yang sangat kuat ini.”

Di tahun 1990an, Dr Linehan menerbitkan suatu seri penemuan yang menggunakan teknik penuh kesadaran Buddhis Zen, “penerimaan radikal,” digunakan oleh terapis dan pasien secara signifikan mengurangi resiko perumahsakitan dan usaha bunuh diri di dalam pasien resiko tinggi.

Pada akhirnya di tahun 2000, suatu grup penelliti termasuk Dr. Segal di Toronto, J. Mark G. Williams di University of Wales dan John D. Teasdale dari Medical Research Council di Inggris menerbitkan suatu riset yang menemukan bahwa 8 minggu sesi yang diadakan tiap minggu akan kesadaran telah mengurangi setengah pengulangan dari orang-orang yang mengalami 3 atau lebih depresi.

Dengan Dr. Kabat-Zinn, mereka menulis buku popular, “The Mindfull Way Through Depression.” Keingintahuan psikoterapis mengenai kesadaran ini telah menjadi “bagaikan memberi makanan, sejenis itu, yang sedang terjadi” kata Dr. Kabat Zinn.

Meditasi penuh kesadaran ini dapat dengan mudah di deskripsikan. Duduk di posisi yang nyaman, mata tertutup, lebih diinginkan dengan punggung yang tegak dan tanpa penyangga. Relax dan perhatikan sensasi di badan, suara, dan mood. Perhatikan tanpa memutuskan. Biarkan pikiran terbenam di dalam ritme pernafasan. Jika pikiran itu pergi (dan akan), secara perlahan kembalikan perhatian ke pernafasan. Paling tidak 10 menit.
Setelah menguasai kontrol perhatian, beberapa terapis mengatakan, seseorang dapat berbalik, secara mental, untuk mengatasi pikiran yang mengancam dan mengerikan. – seperti contohnya, hubungan yang kering dengan orangtua- dan belajar untuk mengatasi kemarahan atau kesedihan dan membiarkan itu pergi, tanpa menuju ke masa suram atau berusaha mengubah perasaan, langkah salah.”

Seorang wanita, doktor, yang telah bertahun tahun di dalam terapi untuk mengatur keberadaan untuk mengurangi kebingungan, akhir-akhir ini mulai menemui Gaea Logan, seorang terapis di Austin, Texas., yang menggunakan meditasi penuh kesadaran di dalam latihannya. Pasien tersebut memiliki cukup banyak hal yang membuatnya khawatir, termasuk anak yang mempunyai penyakit mental, perceraian, dan apa yang dia deskripsikan sebagai ”suara di dalam yang kasar,” kata Ny Logan.

Setelah melatih meditasi penuh kesadaran, ia terus merasa bingung di saat-saat tertentu akan tetapi kata Ny. Logan, ”Saya dapat berhenti dan mengamati perasaan dan pikiran saya dan memiliki kasih untuk diri saya sendiri.”

Steven Hayes, seorang psikolog dari University of Nevada di Reno, telah membuat terapi wicara yang diberi nama Acceptance Commitment Therapy, atau ACT, berdasarkan dari usaha seperti seorang Buddha untuk berjalan lebih dari bahasa untuk mengubah dasar dari proses psikological.

“Ini perubahan dari kesehatan mental kita yang di definisikan oleh isi dari pikiran kita,” kata Dr. Hayes, “untuk mendefinisikan hubungan kita di dalam konten tersebut – dan mengubah hubungan tersebut dengan duduk bersamanya, memperhatikannya, dan menjadi bebas dari definisi tersebut oleh kita sendiri.”

Untuk segala tanda-tanda yang bagus ini, ilmu pengetahuan di belakang kesadaran ini masih dalam tahap bayi. Agensi untuk kesehatan, riset dan qualitas, yang menyelidiki latihan kesehatan tahun lalu menerbitkan review yang komprehensif tentang meditasi, termasuk T.M., latihan Zen dan kesadaran, untuk berbagai macam masalah fisikal dan mental. Riset tersebut menemukan bahwa dari keseluruhan, penelitian ini terlalu remang-remang untuk mengambil kesimpulan.

Review akhir-akhir ini oleh peneliti asal Kanada, memfokuskan secara spesifik di meditasi penuh kesadaran, menyimpulkan bahwa hal tersebut “Tidak memiliki efek yang dapat dapat digantungkan terhadap depresi dan kebingungan.”

Terapis-terapis yang menggunakan latihan kesadaran tidak setuju ketika meditasi tersebut paling berguna pula. Beberapa orang mengatakan bahwa meditasi Buddhis itu paling berguna untuk digunakan oleh pasien-pasien yang memiliki masalah emosional yang cukup dalam. Lainnya seperti Dr. Linehan, memaksakan bahwa pasien yang memiliki penyakit mental yang parah adalah kandidat yang bagus untuk kesadaran.

Satu kasus di mana terapi yang berdasarkan kesadaran untuk menghindari pengulangan depresi. Perawatan tersebut mengurangi resiko pengulangan depresi di antara orang-orang yang telah memiliki tiga atau lebih sesi depresi. Akan tetapi hal tersebut mungkin memiliki efek yang sebaliknya terhadap orang-orang yang memiliki satu atau dua sesi depresi, penelitian menunjukkan.

Perawatan penuh kesadaran “Mungkin menjadi kontradiksi di grup pasien ini,” S. Helen Ma dan Dr. Teasdale dari Medical Research Council menyimpulkan dari penelitian terapi di 2004.

Oleh karena meditasi penuh kesadaran mungkin memiliki efek yang lain di perjuangan mental yang lain tantangan untuk para pendukung adalah untuk menspesifikasikan di mana hal ini paling efektif- dan, tergantung akan menjadi sepopuler apa latihan ini.

Pertanyaanya, kata Linda Barnes, seorang professor associate di obat keluarga dan dokter anak di sekolah medis Boston University, bukan akankah meditasi penuh kesadaran ini akan menjadi teknik terapi tinggi atau untuk kembali ke klise alat membantu diri sendiri.

“Jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut adalah iya,” kata Dr. Barnes.

Masalah sesungguhnya, sebagian peneliti setuju, adalah akankah ilmu pengetahuan akan tetap menjaga ritme dan membantu orang untuk membedakan variasi penuh kesadaran dari ketidak sadaran.

Variasi dari latihan meditasi telah dipelajari oleh periset Barat akan efeknya di dalam kesehatan mental dan fisik.

Tai Chi
Latihan aktif, sewaktu-waktu dikatakan sebagai meditasi bergerak, menyangkut gerakan yang sangat perlahan secara berkelanjutan dengan konsentrasi ekstrim. Gerakan-gerakan tersebut adalah untuk menyeimbangkan energi vital di dalam tubuh akan tetapi tidak memiliki signifikan keagamaan.

Penelitian tercampur aduk, sebagian penemuan mengatakan bahwa dapat mengurangi tekanan darah pasien, dan penelitian lainnya tidak menemukan efek apapun. Ada bukti bahwa tai chi dapat membantu orang-orang usia lanjut untuk melatih keseimbangan.

Transcendental Meditation
Para pelaku meditasi duduk secara nyaman, mata terpejam, dan bernafas secara alami. Mereka mengulangi dan konsentrasi pada mantra, atau suatu kata, atau suatu suara yang dipilih oleh para guru untuk mencapai keadaan penyerapan kesadaran yang dalam. Para pelaku “kehilangan” diri mereka sendiri, tidak tersentuh oleh masalah sehari-hari. Penemuan mengatakan bahwa hal tersebut dapat mengurangi tekanan darah di beberapa pasien.

Mindfulness Meditation
Para pelaku mencari posisi yang nyaman, memejamkan mata dan focus pertama di pernafasan, secara pasif mengamati. Dan jika emosi memasuki pikiran, mereka mengijinkannya lewat dan mengembalikan perhatian ke pernafasan. Tujuannya adalah untuk mencapai kesadaran fokus akan apa yang terjadi pada setiap saat.
Penelitian menemukan bahwa hal tersebut dapat mengatasi sakit kronis. Penemuan tersebut tercampur dengan penggunaan zat-zat berbahaya. Dua percobaan menunjukkan bahwa hal tersebut dapat memotong keseringan pengulangan di dalam orang orang yang telah mengalami tiga atau lebih periode depresi.

Yoga
Penambahan kesadaran melalui teknik pernafasan dan postur-postur spesifik. Variasi pelajarannya sangat bervariasi, bertujuan untuk mencapai penyerapan total di saat ini dan pelepasan dari pikiran biasanya. Hasil penelitian juga bercampur-campur, akan tetapi bukti menunjukkan bahwa hal tersebut bisa mengurangi stress.


Sumber:
http://www.nytimes.com/

Dikutip dari http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/lotus-therapy/ 

Senin, 22 November 2010

J.K. ROWLING DAN AJARAN BUDDHA




J.K. ROWLING  DAN  AJARAN  BUDDHA

 
Lengkap sudah serial kisah ajaib penyihir Harry Potter, semenjak diterbitkannya buku ketujuhnya yaitu “Harry Potter and the Deathly Hallows” (Relikui Kematian). J.K. Rowling (Joanne Kathleen Rowling) adalah tokoh yang memegang peranan paling penting di balik kesuksesan seri Harry Potter. Setelah menciptakan Harry Potter, ia menjadi wanita terkaya di Inggris.

Padahal, sebelumnya ia hidup terlunta-lunta dengan masa depan tak pasti. Jutaan orang jatuh cinta pada karyanya, Harry Potter. Jutaan orang membaca bukunya berulang-ulang. Jutaan orang histeris menantikan kisahnya setiap tahun. Siapa sangka wanita seperti J.K. Rowling harus melalui masa-masa hidup yang sulit sebelum ia mendapatkan kesuksesan. Ibu tercintanya meninggal ketika ia masih remaja. Pernikahannya juga pernah gagal dan ia sendirian harus menghidupi anaknya. Bahkan ia sempat menjadi seorang warga miskin yang mendapat santunan dari pemerintah. Seri pertama Harry Potter juga pernah sempat ditolak oleh sejumlah penerbit. Memikirkan apa makna hidup ini membuat J.K. Rowling sangat menyukai kata-kata Sang Buddha mengenai kebenaran akan penderitaan.

Dalam sebuah wawancara dengan The Times (3 Juni 2000), J.K. Rowling mengatakan, “Semua orang menginginkan kehidupan yang mudah. Tak diragukan lagi hal ini memang benar. Tapi, kalian tahu tentang Empat Kebenaran Mulia yang diajarkan oleh Buddha: yang pertama adalah ‘Hidup ini adalah penderitaan (Dukkha Ariyasacca)‘. Aku sangat menyukai kata-kata itu. Aku suka sekali kata-kata Buddha tersebut. Karena kupikir itu BENAR. Kehidupan memang tidaklah mudah. Namun karena penderitaan itulah yang akan membantu kita dalam mendapatkan kebahagiaan. Mengetahui tentang kebenaran tersebut membantu kita semua dalam menenangkan kekacauan hidup. Lalu ajaib sekali, engkau akan menemukan jalanmu kembali.” J.K. Rowling ingin menyampaikan pada kita bahwa kita harus mau dan siap menderita untuk berkembang. Karena J.K. Rowling sendiri telah mengalami berbagai macam penderitaan dalam hidupnya, namun karena penderitaan itulah, maka buku Harry Potter yang sekarang ini ada!

Menurut Rowling, tanpa perceraian dengan suami pertamanya, mungkin kisah Harry Potter tak akan pernah ada.”Sesungguhnya, buku ini hanya bercerita tentang kekuatan imajinasi. Yang dilakukan Harry adalah mengembangkan seluruh potensi dirinya. Dunia sihir hanyalah analogi yang kugunakan. Meski sihir dan mantra ajaib menguasai seluruh cerita, pada akhirnya buku ini mengungkapkan keinginan manusia yang paling dalam untuk menjadi pribadi yang unik dan istimewa, kebutuhan manusia akan persahabatan sejati dan menjalin hubungan yang akrab dengan makhluk lain, serta kemampuan manusia melihat kekuatan sebuah kebaikan ketika melawan kejahatan,” demikian tegas Rowling.Tak diragukan lagi Rowling telah melalui masa-masa gelapnya dan menggapai sukses lewat tujuh seri Harry Potter. Tampaknya Rowling juga memahami Kebenaran Mulia keempat yaitu: “Ada akhir dari penderitaan (Dukkhanirodha-ariyasacca)“.

Catatan:
Kita adalah penggemar Harry Potter, sedang J.K Rowling adalah penggemar Empat Kebenaran Mulia (Empat Kesunyataan Mulia) Ajaran Buddha. Jelaslah kini, Empat Kebenaran Mulia inilah intisari kisah Harry Potter. Sungguh mulia, J.K. Rowling telah membabarkan ajaran mulia yang dikemas dalam kisah yang menarik dan bermanfaat bagi jutaan pembacanya di seluruh pelosok dunia, dan semua itu berlangsung tanpa atribut keagamaan. Inilah penerapan Dharma yang sejati! Inilah Dharma yang nyata dan hidup di tengah-tengah kita semua!

Sumber: Internet

Kamis, 18 November 2010

ILMUWAN MENEMUKAN : MEDITASI DAPAT MENINGKATKAN PERTUMBUHAN OTAK



ILMUWAN MENEMUKAN :
MEDITASI DAPAT MENINGKATKAN PERTUMBUHAN OTAK


Menurut laporan dari media New Scientist tanggal 15 November 2005 lalu, ilmuwan menemukan bahwa meditasi tidak hanya dapat membuat jiwa menjadi baik dan tenang namun juga dapat mengubah struktur otak.


Sekelompok ilmuwan dari Universitas Kentucky di Lexington, AS, membuat kesimpulan berdasarkan percobaan-percobaan  terakhir yang mereka lakukan.





Mereka menggunakan sebuah peralatan yang memperlihatkan “tugas kewaspadaan psikomotor”, yaitu suatu metode yang telah lama digunakan untuk mengukur pengaruh ketajaman mental dalam kondisi tidur.

Tes ini dilakukan dengan melihat pada sebuah layar LCD dan mengukur kecekatan mereka saat menekan tombol begitu sebuah gambar muncul di layar.

Tipikalnya, orang akan merespon dalam 200 hingga 300 seperseribu detik, namun jika menghilangkan jam tidur seseorang, akan memakan waktu jauh lebih lama, dan bahkan terkadang akan kehilangan rangsangan (stimulus) seluruhnya.

Tes dilakukan sebelum dan sesudah 40 menit pada sepuluh sukarelawan, baik itu dalam kondisi tidur, meditasi, membaca ataupun melakukan percakapan ringan.

Telah diketahui bahwa melakukan tidur siang selama 40 menit dapat meningkatkan hasil (setelah satu jam atau lebih untuk menormalkan dari kondisi pening) .

Akan tetapi yang lebih mengherankan para ilmuwan ini adalah hanya meditasi lah yang dapat secara langsung mencapai kondisi superior, meski tak seorang pun diantara sukarelawan yang memiliki jam terbang berlatih meditasi.

Setiap subyek menunjukkan kemajuan,” kata O’Hara, salah satu peneliti. Bahkan kemajuan akan lebih dramatis hasilnya setelah bergadang semalaman.

Namun dia mengakui,”Mengapa hal ini menunjukkan kemajuan, kami sendiri tidak tahu penyebabnya.”
Tim peneliti saat ini sedang mempelajari pengalaman-pengalaman para meditator yang menghabiskan beberapa jam sehari untuk bermeditasi.


Membentuk Otak

Efek yang ditimbulkan meditasi pada stuktur otak telah menjadi perdebatan para ahli. Sara Lazar dari Rumah Sakit Umum Massachusetts di Boston, AS, dan rekan timnya menggunakan MRI untuk membandingkan 15 orang yang berlatih meditasi (lamanya berkisar 1 hingga 30 tahun berlatih) dengan 15 orang yang tidak berlatih meditasi.

Mereka menemukan bahwa meditasi sebenarnya meningkatkan ketebalan kulit otak (korteks) di area yang berfungsi pada kesiagaan dan pemrosesan sensori, seperti prefrontal cortex dan anterior insula kanan.
“Anda melatihnya ketika bermeditasi, dan membuatnya bertambah besar,”kata Sara. Penemuan ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa pekerjaan musisi, atlit dan ahli bahasa juga dapat mempertebal area yang berkaitan dengan korteks.


(Referensi : newscientist.com) Sumber: http://www.epochtimes.co.id/kesehatan.php?id=245

Dikutip dari http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/meditasi-dapat-meningkatkan-pertumbuhan-otak/#more-6078

Selasa, 16 November 2010

CHEN KUN: SELEBRITIS BUDDHIS YANG ‘ BEBAS ‘





CHEN KUN:  SELEBRITIS  BUDDHIS  YANG  ‘ BEBAS ‘
… agama Buddha adalah kebijaksanaan, tidak untuk disembah …


Dua Bebas

“Saya pada dasarnya adalah orang yang selalu bebas tak terkekang. Namun semenjak menjadi aktor, saya berubah menjadi tidak bebas. Sekarang saya berubah menjadi (orang) bebas lagi,” demikianlah yang dinyatakan oleh Chen Kun (baca: Jen Guen), aktor dan penyanyi yang berasal dari Chongqing (baca: Jongjing) – Tiongkok, atau dikenal pula dengan nama Aloys.

Dua ‘bebas’ yang diungkapkan oleh Chen Kun, bebas sebelum menjadi aktor dan bebas saat kini, meski bermakna sama namun berbeda tingkatan. Bebas yang pertama adalah hal yang mudah dialami oleh rakyat biasa, sedang yang kedua adalah sulit didapatkan oleh figur publik, hanya bisa diperoleh melalui proses pelatihan diri. Inilah kebijaksanaan Buddha Dharma. Chen Kun, yang berbintang Aquarius ini, mengungkapkan lebih jauh mengenai kebijaksanaan Buddha Dharma. 

“Agama Buddha adalah kebijaksanaan, tidak untuk disembah, juga bukan idola yang dipuja-puja, bagi saya pribadi terasa sangat sesuai. Percaya akan agama Buddha, percaya akan kebenaran ini, adalah percaya akan kemurnian batin yang ada dalam diri sendiri.”

Selanjutnya, aktor televisi dan layar lebar yang lulus dari Beijing Film Academy di tahun 2000 ini, menjelaskan lebih jauh tentang manfaat Buddha Dharma. “Kebijaksanaan ini memberi saya banyak manfaat, bukan harta duniawi, melainkan sesuatu yang lebih penting yakni sebuah sikap. Setiap saat menjaga kondisi yang seimbang dan waspada, maka anda adalah orang yang bijaksana.”

Perjalanan Xuanzang ke Barat

Chen Kun memaparkan bahwa sejak kecil ia telah memiliki pemahaman yang mendalam terhadap agama Buddha. Usia 19 tahun, tepatnya tahun 1995, ia menerima Trisarana di Vihara Fayuan dengan nama Buddhis: Renkun.

Pada awal tahun 2004, Master Hsing Yun dari Fo Guang Shan Taiwan menunjuk Chen Kun sebagai aktor yang paling tepat melakonkan tokoh Master Tripitaka Xuanzang dalam film serial TV “Xuanzang Xi Xing” (Perjalanan Xuanzang ke Barat – India). Berbeda dengan film perjalanan ke barat selama ini yang lebih menitikberatkan pada kisah fiksi Sun Wu Kong (Sun Go Kong), maka film yang dibintangi oleh Chen Kun ini merupakan film yang berdasarkan sejarah nyata Master Xuanzang. Jadi jangan heran kalau tidak melihat kera nakal nan sakti Sun Wu Kong di dalamnya.

Dunia Tarik Suara

15 November 2004 adalah hari yang sulit terlupakan bagi Chen Kun karena itulah hari ia secara resmi menjadi penyanyi komersial dengan merilis album pertamanya “Osmosis”. Tahun 2006 lahirlah album ke-2-nya. Salah satu lagu Chen yang sangat popular adalah “Yue Ban Wan”.

Sebenarnya bidang tarik suara bukan hal baru bagi Chen. Bakat musik kakak sulung dari tiga bersaudara yang saat SMU melakukan kerja sambilan sebagai pelayan di sebuah night club ini, ditemukan oleh guru musiknya yang kemudian merekomendasikannya bergabung dengan Dong Fang Ge Wu Tuan (Grup Musik dan Tari Oriental) sebagai penyanyi solo pada tahun 1995. Tahun 1996-2000, ia menjadi siswa Beijing Film Academy. Salah satu artis yang sekelas dengannya adalah Vicki Zhao.

Bagi penggemar film Chen, bisa menyaksikan debut terbarunya bersama aktor Hongkong Shawn Yue (Yu Man Lok) dalam “Playboy Cops”. Salah satu film Chen yang berjudul “The Knot” merupakan film yang diikutsertakan dalam Piala Oscar ke-80 kategori film asing, meski akhirnya harus gagal masuk nominasi.

‘Anak’ Chen Kun

Tahun 2007 lalu terjadi sedikit kehebohan karena Chen yang masih bujangan ternyata telah memiliki anak lelaki usia 5 tahun. Benarkah bocah ini adalah putra kandung Chen?Menurut manajer Chen, itu adalah bocah yang dipungut oleh Chen, meski demikian, perlakuan yang diterima oleh bocah itu adalah perlakuan sebagai anak kandung, bahkan tampak jelas bahwa Chen sangat mencintai ‘anaknya’ itu.

Masih menurut manajer Chen yang bermarga Li, bocah kecil itu meski secara fisik tidak memiliki kesamaan dengan Chen, tapi mereka berdua sama dalam hal penghormatan pada Buddha. Pernah satu ketika ‘anak’ Chen itu bermain ke rumah Li. Ketika Mama Li menyodorkan makanan kecil, bocah itu menjulurkan tangan bersiap mengambilnya. Saat itulah sang bocah melihat ada altar Buddha dalam rumah Li. Dengan segera ia melepas sepatu, berjalan ke depan altar lalu bersujud tiga kali, setelah itu baru meminta makanan kecil yang diberikan sebelumnya.

‘Bebas’ yang dinyatakan Chen benar-benar dapat kita saksikan dalam sikapnya menghadapi serbuan animo para kuli pena sehubungan dengan kasus bocah tanpa mama ini. “Saya berharap anak itu jangan lagi menerima gangguan dari pihak media pers, saya tidak pernah menyembunyikannya, mengajaknya bermain ke luar juga secara terang-terangan. Tak peduli ia adalah anak saya di luar pernikahan atau apapun yang lain, ini semua tak penting, ia adalah anak saya. Permasalahan ini saya hanya jelaskan satu kali saja, selanjutnya jangan bertanya lagi. Saya – Chen Kun, bisa menerima hal yang tidak menyenangkan, tetapi anak itu masih kecil. Tolong jangan bertanya lagi. Berikan lingkungan dan pendidikan yang terbaik baginya, ini adalah hal yang ingin saya lakukan.”Sejak tahun 2003 lalu, Chen Kun sebenarnya telah berupaya agar anak itu tidak tahu kalau Chen bukan papa kandungnya agar supaya tidak memberi dampak negatif bagi perkembangan jiwa anak itu. Rasa ingin tahu para kuli media pers hampir saja menggagalkan maksud baik Chen, tapi sekali lagi, Chen telah menunjukkan bahwa ia benar-benar ‘bebas’, tak terlihat sedikitpun kemarahan dalam diri Chen atas munculnya kasus anak tanpa mama ini.

Menjadi Papa yang Baik

Selain itu, sebagai anak yang tumbuh dalam keluarga kecil yang dicampakkan papa, masa lalu Chen tak lepas dari dendam dan benci. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, Chen juga belajar untuk memberi maaf. “Bila tidak pernah membenci maka tak akan pernah tahu memaafkan. Kini, saya justru merasakan bagaimana dari memaafkan itu akhirnya memperoleh kegembiraan. Saya memaafkan kepergian Papa, pun dalam kondisi yang sesuai, saya juga memaafkan kesalahan diri sendiri.” Inilah pernyataan Chen yang tak lagi benci pada Papanya. Bukan tidak mungkin kepedihan atas keretakan pernikahan Papa dan Mamanya inilah yang mendorong Chen menjadi aktivis bakti sosial bagi anak-anak miskin.

“Kelak bila saya menikah, pasti tidak akan bercerai. Saya pasti menjalani hidup yang bahagia, apalagi saya sangat ingin menjadi papa yang baik!” Inilah tekad Chen Kun, sebuah tekad yang sederhana tapi sangat bermakna.

Profil Singkat

Nama: Chen Kun alias Aloys
Tanggal Lahir: 4 Februari 1976
Tinggi Badan: 176 cm
Keahlian: Komputer, Musik, Melukis, Berenang
Status: Belum Menikah
Anggota Keluarga: Mama, Dua Adik Lelaki
Sumber: Internet

Dikutip dari: http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/chen-kun-selebritis-buddhis-yang-bebas/#more-6069 

Senin, 08 November 2010

Dapatkah Pikiran Memengaruhi kenyataan?



DAPATKAH PIKIRAN MEMENGARUHI KENYATAAN?

"Diri kita seutuhnya adalah hasil dari apa yang kita pikirkan.
Pikiran adalah segalanya. Kita adalah apa yang kita pikirkan."
 - Atribusi kepada Buddha Sidartha Gotama.


Menurut Dr. Joe Dispenza, setiap kali kita belajar atau mengalami sesuatu yang baru, ratusan juta saraf merespon secara otomatis.

Dr Dispenza menjadi terkenal dengan teori inovatifnya mengenai hubungan antara pikiran dan materi.

Barangkali beliau dikenal sebagai salah seorang ilmuwan yang tampil dalam acara dokudrama 2004 berjudul What the Cleep Do We Know, hasil kerjanya telah membantu menyingkap pikiran manusia yang luar biasa serta kemampuannya untuk menciptakan hubungan sinaptik dengan cara menfokuskan perhatian secara  cermat.

Cobalah membayangkan: dalam setiap pengalaman baru, hubungan sinaptik tercipta di dalam otak kita. 

Dengan setiap sensasi, pandangan, atau emosi yang tidak pernah diketahui sebelumnya, hubungan baru di antara lebih dari 100 ribu juta sel otak pasti akan terjadi.

Tetapi gejala ini memerlukan penguatan yang terfokus untuk bisa menghasilkan perubahan yang berarti. Jika pengalaman tersebut berulang lagi dalam waktu yang relatif pendek, hubungan akan menjadi lebih kuat. Jika pengalaman tidak terjadi lagi dalam waktu yang lama, hubungan bisa melemah atau hilang.

Ilmu pengetahuan dulu percaya bahwa otak manusia adalah statis dengan program-program yang tidak berubah banyak. Tetapi, penelitian terkini dalam ilmu saraf sudah menemukan bahwa pengaruh setiap pengalaman jasmani dalam organ berpikir manusia (dingin, ketakutan, kepenatan, kebahagiaan) semuanya bekerja membentuk otak manusia.

Jika angin sepoi-sepoi sejuk mampu mengangkat semua rambut di tangan kita, apakah pikiran manusia mampu menimbulkan sensasi sama dengan hasil identik? Barangkali kemampuannya lebih dari itu.

"Bagaimana jika dengan berpikir saja kimiawi dalam tubuh kita bisa begitu sering melonjak hingga di atas kondisi normal sehingga sistem pengaturan tubuh kita akhirnya mendefinisikan kondisi tidak normal tersebut menjadi kondisi biasa?" Coba lihat jawabannya di buku Dispenza 2007 "Evolve Your Brain, The Science of Changing Your Mind." Prosesnya tidak kentara, mungkin selama ini kita tidak pernah mencurahkan perhatian sebanyak itu hingga sekarang.

Dispenza percaya bahwa otak sebenarnya tidak mampu membedakan sensasi fisik nyata dari sebuah pengalaman internal yang terjadi di tubuh. Sehingga, materi abu-abu kita bisa dengan mudah terpedaya mengubah diri sendiri ke dalam kondisi kesehatan yang buruk ketika pikiran kita terfokus secara kronis pada suatu pemikiran yang negatif. 

Dispenza menjelaskan hal itu dengan merujuk pada eksperimen di mana subyek diminta berlatih memindahkan jari manis mereka pada alat yang dibebani pegas selama sejam dalam sehari selama empat minggu. Sesudah berulang kali melawan daya pegas, jari subyek menjadi 30 persen lebih kuat. Sementara itu, kelompok subyek lain diminta membayangkan melakukan hal yang sama tetapi tidak pernah menyentuh alat per sama sekali. Sesudah empat minggu latihan, kelompok ini mengalami peningkatan kekuatan jadi  sebanyak 22 persen.

Bertahun-tahun, ilmuwan sudah mengamati cara di mana pikiran mendominasi materi. Dari efek plasebo (di mana orang merasa lebih baik sesudah mengonsumsi obat palsu) hingga praktisi Tummo (latihan dari Tibetan Buddhism di mana individu berkeringat ketika bersemadi pada temperatur di bawah nol derajat), pengaruh bagian "spiritual" manusia yang melampaui tantangan fisik di mana materi diatur oleh hukum fisik dan pikiran adalah sebuah hasil sampingan dari interaksi kimia di antara neutrons.

Melampaui Kepercayaan

Penyelidikan Dr Dispenza berawal dari waktu kritis dalam hidupnya. Sesudah ditabrak sebuah mobil ketika mengendarai sepedanya, dokter bersikeras bahwa tulang belakang Dispenza perlu dioperasi untuk bisa berjalan lagi - sebuah prosedur yang akan membuatnya merasa sakit kronis selama sisa hidupnya.

Tetapi, Dispenza, seorang chiropractor, memutuskan menantang ilmu pengetahuan dan merubah kondisi cacat tubuhnya melalui kekuatan pikiran, dan dia berhasil. Sesudah sembilan bulan menjalani program terapi secara fokus, Dispenza bisa berjalan kembali. Karena kesuksesan ini, dia memutuskan mendedikasikan hidupnya mempelajari hubungan antara pikiran dan tubuh.

Bermaksud menjelajahi kekuasaan pikiran untuk menyembuhkan tubuh, "brain doctor" sudah mewawancarai puluhan orang yang sudah mengalami "remisi spontan." Ada juga individu dengan penyakit serius yang memutuskan mengabaikan pengobatan konvensional, dan sepenuhnya sembuh. Dispenza menemukan bahwa semua subyek ini mempunyai pemahaman yang sama, yaitu pikiran mereka menentukan kondisi kesehatan mereka. Sesudah mereka memusatkan perhatian untuk mengubah pemikirannya, penyakitnya sembuh secara ajaib.


Ketagihan Emosi

Dispenza menemukan bahwa manusia sebenarnya mempunyai ketagihan yang tidak disadari terhadap emosi tertentu, negatif dan positif. Menurut penelitiannya, emosi dapat mengikat orang melakukan tindakan secara ber-ulang, berkembang menjadi "ketagihan" dengan kombinasi bahan kimia tertentu di otak dengan frekuensi tertentu.

Tubuh menanggapi emosi ini dengan bahan kimia tertentu dan pada akhirnya mempengaruhi pikiran untuk mempunyai emosi yang sama. Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa orang penakut dalah "ketagihan" terhadap rasa ketakutan. Dispenza menemukan bahwa ketika otak individu seperti itu dapat membebaskan dirinya sendiri dari keterikatan kombinasi kimia rasa takut, reseptor otak dari bahan seperti itu juga akan terbuka. Hal yang sama terjadi dengan depresi, kemarahan, kekerasan, dan nafsu lain.

Namun, banyak orang skeptis dengan kesimpulan Dispenza, meskipun sudah terbukti bahwa pikiran bisa mengubah kondisi fisik manusia. Umumnya dihubungkan sebagai ilmu pengetahuan pseudo, teori "percaya realitasmu sendiri" terdengar tidak ilmiah.

Ilmu pengetahuan mungkin tidak siap mengakui bahwa fisik bisa diubah melalui kekuatan pikiran, tetapi Dr Dispenza meyakinkan hal itu memerlukan suatu proses.

"Kita tidak perlu menunggu ilmu pengetahuan untuk memberikan izin untuk melakukan yang tak biasa atau hal lain yang mereka katakan benar. Jika hal itu terjadi, berarti kita menganggap ilmu pengetahuan sebagai bentuk agama yang lain. Kita sebaiknya tidak menjadi orang yang konvensional, kita sebaiknya berlatih melakukan sesuatu yang luar biasa. Jika kita bisa konsisten dengan kemampuan kita, berarti kita sama dengan menciptakan ilmu pengetahuan baru," tulis Dispenza. (Leonardo Vintini/The Epoch Times/rob)

Sumber: http://www.epochtimes.co.id/iptek.php?id=347

Biografi Dr. Joe Dispenza : http://www.drjoedispenza.com/Biography.aspx 

(Dikutip dari http://www.samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=1428&multi=T&hal=0)

Kamis, 04 November 2010

Mata Pelajaran Meditasi Bikin Siswa Lebih Berprestasi

 
 
Mata Pelajaran Meditasi Bikin Siswa Lebih Berprestasi
Nurul Ulfah - detikHealth

 
Kent, Setiap minggunya, para siswa di Tonbridge School, Inggris mendapat 40 menit kelas meditasi dan penghilang stres. Mata pelajaran meditasi itu dirancang khusus oleh para psikolog dan menjadi mata pelajaran pertama penghilang stres yang masuk dalam kurikulum sekolah.

Para psikolog dari Universities of Oxford and Cambridge tahun lalu pernah melakukan studi mengenai efek meditasi terhadap efektivitas belajar siswa di sekolah khusus pria tersebut. Karena keberhasilannya dalam meningkatkan kemampuan belajar para siswa, maka pihak sekolah memutuskan untuk menjadikannya sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah.

"Mata pelajaran ini dirancang untuk mengembangkan kemampuan berkonsentrasi dan menghilangkan perasaan gelisah. Kelas meditasi ini juga menunjukkan pada para siswa akan pentingnya ketenangan. Meditasi juga bisa membantu mereka membangun pola pikir sehat yang nantinya akan berdampak bagi kesehatan mental seperti mengurangi depresi, kecanduan atau masalah makan yang banyak dialami remaja," jelas seorang peneliti seperti dikutip dari Timesonline, Senin (18/1/2010).

Meditasi diketahui sebagai tradisi yang membawa manfaat bagi tubuh maupun pikiran. Bahkan the National Institute for Health and Clinical Excellence merekomendasikannya dalam menangani beberapa kasus penyakit.

Richard Burnett, seorang pengajar di Tonbridge School mengatakan, dibutuhkan perubahan budaya untuk menerapkan mata pelajaran meditasi tersebut, terutama dalam hal menciptakan ketenangan dalam kelas.

"Biasanya guru kesulitan menyuruh muridnya untuk tenang dan tidak ribut, akhirnya ia memintanya dengan sedikit memaksa dan marah-marah. Tapi dalam kelas meditasi ini, ketenangan justru harus diciptakan tanpa ada paksaan. Ketenangan harus bisa dinikmati karena akan menghasilkan efek positif," tutur Burnett.

Para siswa yang melakukan meditasi memang mengaku mendapatkan manfaat dari mengikuti kelas meditasi. Para siswa dilaporkan jadi lebih sedikit tegang jika dihadapkan pada pelajaran-pelajaran sekolah yang berat dan mengalami peningkatan prestasi dalam beberapa mata pelajaran.

Karenanya, Tonbridge School dinobatkan sebagai sekolah pertama yang sukses menerapkan teknik meditasi dalam bidang akademik.

"Kami ingin menunjukkan ada bukti ilmiah yang dihasilkan dari teknik tersebut. Jika itu berhasil, kenapa tidak digunakan? Lagipula jika mereka bisa mengatasi stres sejak dini, saya yakin masa depannya akan lebih baik" kata Mark Williams, salah seorang peneliti sekaligus direktur Mindfulness Centre, Oxford.

Teknik-teknik penghilang stres yang diajarkan dalam mata pelajaran meditasi antara lain teknik fokus pada satu hal, teknik menenangkan diri dan berkonsentrasi, sikap menerima, bercermin pada diri sendiri dan lainnya.

Para siswa mendapat satu sesi mata pelajaran meditasi sebanyak 40 menit dalam seminggu dengan menggunakan MP3 yang berisi arahan-arahan dalam melakukan meditasi. "Mereka juga bisa melakukannya di luar kelas, pada saat akan mengerjakan tugas sekolah atau sebelum ujian," kata Mark. (fah/ir)

Sumber :

http://health.detik.com/read/2010/01/18/153338/1280856/764/mata-pelajaran-meditasi-bikin-siswa-lebih-berprestasi


Senin, 01 November 2010

Agama Buddha yang saya kenal

Agama Buddha yang saya kenal

 Oleh Mahendradatta Jayadi

Sejak kecil, saya bersekolah yang bersifat non-buddhis dan mengikuti pelajaran agama non-Buddhis. Seharusnya dengan mengikuti sekolah non-Buddhis, saya menjadi non-Buddhis, sebagaimana yang terjadi pada teman-teman sekolahku. Tetapi, selama dua belas tahun saya merasa tidak sreg dengan ajaran tersebut. Saya mulai berkenalan dengan agama Buddha sewaktu kuliah di Universitas Indonesia, saya mulai mendapatkan teman-teman se-Dhamma dan belajar mengikuti kebaktian dan membaca paritta untuk pertama kalinya. Banyak teman yang menanyakan, kok Anda bisa bertahan selama 12 tahun tanpa pindah agama, sedangkan teman-temanmu banyak yang pindah. Mungkin karma yang pernah saya perbuat pada kehidupan yang lampau membuat saya tetap memeluk agama Buddha.

Selama dua belas tahun, saya mempelajari bahwa manusia tersebut hanyalah objek. Dengan mempercayai "God" mereka akan diselamatkan dan masuk ke surga. Masa kecil saya susah. Sedangkan dalam masyarakat luar saya melihat banyak yang hidup mewah dan kaya, apalagi di SMA saya bersekolah. Apakah ini takdir yang harus diterima? Apakah manusia hanya dapat berpasrah pada rencana "God"?

Saya seringkali mempertanyakan ketidaksamaan (inequality) dalam kehidupan ini pada saat mengikuti kegiatan retreat sewaktu sekolah. Para pembimbing tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Itu semua merupakan rencana besar, katanya. Saya pun meragukannya, kenapa saya ditakdirkan menjadi seorang yang kalah (loser), sementara yang lain hidup enak dan berfoya-foya.

Ajaran Buddha adalah ajaran manusia, bagaimana manusia bertingkah laku dan melakoni hidup ini dengan benar; bagaimana memperlakukan pasangan hidup, orang tua, teman dan masyarakat. Inilah keindahan ajaran Buddha. Semua orang dapat mencapai kebahagiaan berdasarkan perilaku mereka sendiri. Tidak ada bantuan dari supranatural being. Setiap manusia dengan usahanya sendiri dapat mencapai ke-buddha-an dan Nibbana.

Sebagai mahasiswa yang mendalami sains, saya sangat memperhatikan hukum sebab akibat dalam alam semesta. Hal ini selaras dengan hukum karma dalam agama Buddha. Hukum alam yang pasti akan berlaku dan bersifat universal. Siapa berbuat, dialah yang akan menuai hasil perbuatannya. Tak seorang pun yang dapat menghapuskan karma buruk, kecuali karma baik yang dilakukannya. Inilah inti ajaran Buddha yang membuat saya tertarik mempelajari agama Buddha selanjutnya. Suatu penjelasan yang masuk akal dan dapat dinalar.

Selama bertahun-tahun saya mempelajari agama Buddha, ajarannya selalu berpusat pada manusia. Tidak pernah menceritakan peranan "makhluk adikodrati" yang akan menyelamatkan manusia dan menghapus semua karma buruk. Manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Agama Buddha tidak pernah mengiming-imingi akan kehidupan yang bahagia. Inilah penyebab agama Buddha kurang diminati oleh umat yang menginginkan jalan pintas dan keluar dari permasalahan duniawi.

Ajaran Buddha bersifat ehipassiko, saya datang, saya lihat dan saya buktikan. Jika tidak berkenan di hati saya, saya dapat meninggalkannya. Konsep ini membuat ajaran Buddha ini terbuka dan dapat berdialog dengan doktrin-doktrin agama lainnya. Ajaran Buddha menjadi tidak dogmatis dan bisa diperdebatkan kebenaran dan kesahihannya. Diharapkan pandangan terang (samma-dithi) akan muncul setelah berdialog dengan ajaran Buddha.

Seringkali saya mendengar pernyataan skeptis, agama Buddha menyembah berhala. Inilah dogma yang bersifat peyoratif dan memojokkan umat Buddha. Umat non-Buddhis seringkali mencampuradukkan ajaran Buddha dan kepercayaan tradisional (kepercayaan Tionghoa dan kepercayaan Jawa), dimana pemujaan kepada dewa diwujudkan dalam bentuk patung. Umat Buddha menggunakan Buddharupam (patung Buddha) untuk membangun citra Buddha dan penghormatan dalam puja bakti. Sayangnya, umat Buddha sendiri kurang memiliki pengetahuan dalam menjawabnya. Inilah kelemahan yang membuat umat Buddha pindah agama. Untunglah di alam reformasi ini, membicarakan agama Buddha bisa lebih terbuka, persamaan dan perbedaan doktrin tidak perlu ditutup-tutupi. Saya mengimpikan, bahwa akan muncul cendekiawan Buddha yang kritis akan agamanya dan doktrinnya.

Komentar negatif lainnya: Umat Buddha tidak punya kitab suci. Jika ada, mana buktinya, kok tidak dibawa-bawa. Komentar ini agak sulit disanggah. Umat Buddha memiliki kitab suci Tipitaka (yang dilestarikan dengan lengkap dalam bahasa Pali), dan jauh lebih tebal daripada kitab suci lainnya. Fakta menunjukkan, belum ada kitab suci Tipitaka yang lengkap dalam bahasa Indonesia. Umat Buddha Indonesia kebanyakan memiliki Dhammapada dan potongan-potongan terjemahan Tipitaka. Di sini, mampu menunjukkan kitab suci merupakan bukti fisik pengalaman religi dan legitimasi sebagai umat beragama. Di negara Barat, negara tidak mencampuri kehidupan beragama warganegaranya.

Dalam agama Buddha, perwujudan religi dengan cara perayaan tidaklah terlalu digembar-gemborkan. Mempraktikkan ajaran Buddha adalah yang termulia. Mungkin inilah penyebab timbulnya istilah "agama Buddha KTP" karena umat Buddha jarang muncul di vihara atau cetiya. Di Indonesia, perwujudan religi dengan melakukan ritual dalam tempat ibadah adalah penting untuk menunjukkan eksistensi umatnya. Pertanyaan seperti, "Anda beribadah dimana?" merupakan pertanyaan umum dan seringkali diajukan. Padahal, masalah agama merupakan masalah pribadi dan keyakinan (saddha) seharusnya tidak dipertanyakan di depan publik.

Meskipun banyak serangan akan ajaran Buddha, saya tetap berpegang teguh pada ajaran Buddha. Ajaran Buddha akan semakin indah jika dipelajari dan dikaji terus menerus. Boleh juga diperdebatkan selama Dhamma tersebut memperkaya jiwa umatnya. Dhamma itu indah pada awalnya, pada pertengahan dan pada akhirnya. Saya akan berpegang teguh pada Dhamma. Sadhu, sadhu, sadhu.

Surabaya, Februari 2000