Sabtu, 04 Juni 2011


Fenomena Hubungan Karma, Dituturkan oleh Ir Ariya Chandra


Fenomena Hubungan Karma
Dituturkan oleh Ir Ariya Chandra


Banyak kejadian di dunia ini yang sepintas lalu dilihat sebagai kejadian yang kebetulan saja terjadi, namun bila beberapa kejadian yang sama terjadi berulang-ulang kita tidak dapat lagi mengatakan bahwa kejadian tersebut sebagai kejadian yang kebetulan belaka. Menurut Hukum Karma, tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan. Semua peristiwa dapat timbul karena ada sebab sebelumnya dan menimbulkan akibat sesudahnya. Namun banyak orang yang meragukan hal ini. Saya telah mengalami banyak kejadian tersebut, beberapa diantaranya akan saya kisahkan di bawah ini.

Ibu Muladewi adalah salah seorang upasika angkatan pertama di Bogor. Beberapa tahun yang lalu beliau jatuh sakit dan dokter menasehatinya untuk melakukan tindakan operasi. Saya bersama isteri mengunjunginya di Rumah Sakit Mitra Keluarga Jatinegara. Pada waktu kunjungan tersebut saya menawarkan beliau untuk mengundang bhikkhu membacakan paritat sebelum operasi esok harinya. Beliau yang tingak di Bogor, tidak tahu harus mengundang bhikkhu yang mana. Saya mengatakan akan menjemput bhikkhu siapa saja yang ada di Vihara Dhammacakka, Sunter. Pada waktu itu secara kebetulan Bhante Khantidaro, yang dahulunya bernama Djamal Bakir, baru saja tiba dari kota Malang. Beliau setuju saja untuk membacakan paritta bagi Ibu Muladewi. Pertemuan kedua orang itu adalah pertemuan di antara dua sahabat yang telah lama berpisah. Mereka telah bersahabat sejak tahun enam puluhan. Pertemuan orang itu mungkin hanya kebetulan semata.

Untuk kedua kalinya ibu Muladewi kembali sakit. Kali ini beliau dirawat di Rumah Sakit MMC, juga untuk keperluan operasi. Saya kembali menawarkan untuk mengundang bhikkhu membacakan paritta. Secara kebetulan pula Bhante Khantidharo, yang tinggal di kota Malang baru saja tiba. Pertemuan kedua kalinya ini membawa surprise. Apakah kedua orang itu, dari dua kota yang berjauhan, hanya secara kebetulan saja bertemu di rumah sakit untuk keperluan membaca paritta? Saya pikir, pasti ada hubungan karma di antara mereka.

Setelah mengalami sakit yang cukup lama, Ibu Muladewi kembali dirawat di rumah sakit Azra, Bogor. Kami sering mengunjunginya di rumah sakit untuk membacakan Paritta. Suatu hari, sekitar pukul tujuh pagi saya menerima telephone dari dokter Andri, anak Ibu Muladewi. Ia terkejut seewaktu saya menjawab telephone. Ia mengatakan bahwa secara tidak sengaja ia telah menekan telephone genggamnya, padahal ia bermaksud untuk menelephone kawannya. Pada waktu menerima telephone dari dr. Andri, saya juga terkejut. Saya berpikir, jangan-jangan terjadi apa-apa mengenai ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya baik-baik saja. Demikian juga pada waktu saya tanyakan, apakah ada pesan dari ibunya, ia mengatakan tidak ada. Namun dalam hati saya sedikit kuatir. Saya katakan pada isteri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelephone saya sekali lagi bila ada pesan khusus.

Benar saja, tidak lama kemudian dr. Andri secara tidak sengaja kembali menelephone saya. Ia mengatakan bahwa ia menekan nomor telephone kawannya, namun kembali tersambung ke rumah saya. Kembali saya katakan kepada dr. Andri, kalau-kalau ia ingat ibunya pernah menitipkan pesan untuk isteri saya. Ibunya dengan isteri saya memnpunyai hubungan yang akrab, bagaikan ibu dengan anak. Saya katakan juga supaya ia jangan ragu-ragu untuk menyampaikannya. Ia kembali mengatakan tidak ada. Sesungguhnya ia memang tidak membawa pesan apa-apa dari ibunya. Namun saya katakan kepada isteri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelephone kami lagi kalau ada hal yang penting. Beberapa jam kemudian, saya kembali menerima telephone tidak sengaja dari dr. Andri. Ia mengatakan bawha ia telah melakukan beberapa pembicaraan telephone dengan kawannya dan secara tidak sengaja telephone genggamnya kembali tersambung ke rumah saya. Saya kembali menanyakan apakah kali ini ia ingat akan pesan dari ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya memang tidak menyampaikan pesan apa-apa dan keadaannya memang tidak sebaik sebelumnya.

Setelah menerima tiga kali telephone tidak disengaja, kami berpikir barangkali ada pesan penting yang berselubung untuk kami. Oleh karenanya, kami langsung berangkat ke Bogor untuk menjenguk ibu Muladewi. Ternyata keadaan ibu Muladewi memburuk. Kami segera membacakan paritta. Itulah pertemuan kami yang terakhir. Tak lama kemudian ibu Muladewi menghembuskan napasnya yang terakhir. Apakah tiga kali telephone tidak sengaja dari dr. Andri hanya kebetulan semata? Saya pikir pasti ada sesuatu yang menghubungkan peristiwa itu dengan pertemuan kami yang terakhir dan wafatnya ibu Muladewi.

Romo pandita Widyadharma adalah guru Dhamma saya yang pertama. Saya mengenalnya melakukan anaknya yang sekelas dengan adik saya. Saya kemudian mengikuti kursus Buddha Dhamma yang diajarkannya secara sistematik dan dilanjutkan dengan pelatihan berkhotbah. Saya selalu mengikutinya sewaktu beliau berkhotbah di vihara-vihara atau cetiya-cetiya. Bila ada bhikkhu yang berkhotbah, misalnya di rumah duka, beliau menguraikannya dan menjelaskannya khotbah itu dengan saya. Ada satu hal yang tidak saya lupakan, yaitu beliau pernah mengatakan bahwa di negara Buddhis, bila seseorang meninggal atau akan meninggal, maka dibacakanlah Maha Satipatthana Sutta untuk kebahagiannya. Saya pernah ragu-ragu terhadap hal ini karena Maha Satipatthana Sutta adalah sutta yang panjang. Namun hal ini saya ingat terus sampai saatnya beliau meninggal dunia. Pada waktu para bhikkhu membacakan paritta, saya teringat perkataan beliau. Saya perhatikan terus paritta yang dibacakan oleh para bhikkhu, barangkali ada yang membacakan Maha Satipatthana Sutta. Ternyata tidak ada! Hati saya sedikit kecewa. Namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata Bhante Khantidharo mengkhotbahkan seluruh isi Maha Satipatthana Sutta! Apakah kedatangan Bhante Khantidharo dari kota Malang hanya kebetulan belaka? Apakah isi khotbah Bhante juga kebetulan juga? Siapakah yang memberitahukan Bhante Khantidharo agar berkhotbah tentang Maha Satipatthana Sutta? Mereka adalah sahabat sejak puluhan tahun yang lalu! Saya yakin pasti ada hubungan karma di antara keduannya!

Bila kita mempelajari Hukum Karma dan kemudian memperhatikan kejadian-kejadian penting dalam perjalanan hidup, kita akan mengalami kebenaran dari Hukum Karma ini. Setiap perkataan dan setiap janji pasti akan berbuah! Dan, itu bukanlah kebetulan. Setiap kejadian pada saat ini pasti ada hubungannya dengan perbuatan di masa lalu!

(Dikutip dari buku Melangkah dalam Dhamma, Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta, 2001)

Jumat, 03 Juni 2011

Meditasi Turunkan Tensi


Meditasi Turunkan Tensi




Meditasi Turunkan Tensi

Saat masih menjadi pelajar SMA, Nick Fitts termasuk orang yang punya beban banyak di pundaknya. Ia harus menjalani dua pekerjaan paruh waktu. Padahal, ia tak punya kendaraan. Ditambah, permasalahan hubungan dengan ibunya. Semua tekanan itu bisa meningkatkan tekanan darahnya dan membuatnya berisiko menderita hipertensi.

Ketika sebuah sekolah tinggi menawarinya untuk bergabung dengan kelompok meditasi, awalnya ia cuek saja. Bahkan, ia sempat beranggapan kalau kegiatan itu hanya membuang waktu. Namun, begitu ia bergabung, ia langsung merasakan keuntungannya. "Meditasi dapat membuat hati saya tenang dan pikiran saya jadi lebih jernih dalam memecahkan suatu masalah," aku Fitts yang saat ini kuliah di jurusan keperawatan  University of South Carolina, Aiken.

Studi yang dilakukan pada kelompok ini menunjukkan, meditasi dapat menurunkan tekanan darah. Para pelajar menjalani meditasi dua kali sehari, masing-masing 15 menit. Satu sesi meditasi dilakukan di rumah, satu sesi lagi di sekolah. "Hasilnya, tekanan darah mereka turun setelah empat bulan rutin melakukan meditasi tersebut," ungkap seorang peneliti.

Setidaknya ada 5.000 pelajar yang dilibatkan dalam studi ini. Dan sekitar 156 pelajar mengalami tekanan darah tinggi. Separo dari kelompok itu menjalani sesi meditasi, sedangkan separonya hanya mendapat pelajaran kesehatan. Semua pelajar itu dipantau tekanan darahnya 24 jam setiap hari. Menurut studi tersebut, kelompok yang tidak mendapat sesi meditasi, tekanan darahnya tidak mengalami penurunan. Beda dengan yang menjalani meditasi.

Saat ini, satu dari empat orang dewasa diduga menderita hipertensi. Suatu penyakit yang merupakan faktor risiko untuk serangan jantung dan stroke. Jadi, bila sejak remaja sudah punya bakat tekanan darah tinggi, kemungkinan dewasanya kelak risikonya lebih tinggi untuk menderita penyakit hipertensi kronik. "Saat ini hipertensi tak lagi diderita orang dewasa," kata Vernon Barnes, ketua peneliti yang juga ahli fisiologi Medical College itu.

Selama ini, beberapa hal yang diketahui untuk menurunkan tekanan darah adalah olahraga rutin, pola makan sehat dan obat-obatan teratur. Ternyata, dari studi ini, terlihat bahwa meditasi pun bisa menjadi faktor yang dapat membantu menurunkan tekanan darah. "Selain melakukan kegiatan-kegiatan itu, tak ada salahnya bila sejak dini kita rutin memeriksakan tekanan darahnya," pesan dr Elizabeth Ofili, kepala bagian kardiologi di Morehouse School of Medicine, Atlanta.

Selain menurunkan tekanan darah, meditasi pada pelajar juga dapat menurunkan angka kenakalan remaja. Seperti membolos, melanggar peraturan sekolah maupun menyerang siswa lain dibanding pelajar yang tidak menjalani meditasi. "Jadi, meditasi sangat efektif bagi pelajar. Selain untuk kesehatan juga untuk pendidikan. Mungkin kelak hal ini bisa dimasukkan dalam program sekolah," kata Barnes. (tha/ap)

Sumber : Jawa Pos, Jumat, 09 Apr 2004

Kamis, 02 Juni 2011

KANKER ITU LENYAP Oleh Erlina Kang


KANKER ITU LENYAP Oleh Erlina Kang


KANKER ITU LENYAP
Oleh Erlina Kang


Bagi kalangan umat Buddha di Bali, nama Ibu Erlina Kang Adiguna tentunya tidak asing lagi. Di samping aktif melakukan berbagai kegiatan di Vihara Buddha Sakyamuni, beliau juga sibuk mengelola usaha garmennya, "Mama & Leon". Kesuksesan beliau dalam dunia usaha bukan muncul begitu saja, tapi berkat usahanya yang gigih dan pantang menyerah.

Ibu Erlina dilahirkan dalam sebuah keluarga yang cukup mampu di Baturiti, Bedugul,Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Sekarang beliau hidup bahagia bersama suami dan kelima anak, tiga putera dan tiga puterinya. Beliau pernah menderita sakit kanker yang sudah cukup parah dan harus dioperasi, tetapi dengan keyakinannya yang amat besar terhadap Sang Tri Ratna dan tekadnya yang kuat untuk menjadi abdi siswa Sang Bhagava, serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh beliau dinyatakan sembuh tanpa melalui operasi.

Inilah kisah sejati beliau yang berjuang dengan gigih untuk mengatasi sakit kanker yang dideritanya.

Awal Mulanya
Pada suatu hari di akhir tahun 1992, saya mendadak mengalami perdarahan yang serius, padahal saya telah menopause sejak dari tahun 1984. Setelah saya periksakan ke dokter di Bali, dokter itu mengatakan ada gejala benjolan di rahim saya, setelah beberapa kali saya berobat ke rumah sakit, saya kemudian tidak memperhatikannya dengan serius.

Pada tahun 1993 saya kembali mengalami sakit perut di sebelah kiri, yang terasa sakit apabila saya jongkok dan sulit untuk berdiri kembali. Akhirnya saya berangkat ke Singapura, bertemu dengan Dokter Wong, di salah satu rumah sakit di sana. Ternyata setelah diperiksa dokter mengatakan saya menderita kanker rahim, hampir stadium tiga. Saya sangat kaget, dokter lalu menganjurkan beberapa saran pengobatan, karena benjolan yang saya derita cukup besar: Sampai pada pemeriksaan yang ketiga kalinya saat saya berobat ke Singapura, Dokter Wong tetap menganjurkan saya untuk segera dioperasi saja.

Akhirnya saya nekat memutuskan untuk tidak mau dioperasi, saya pulang ke Indonesia, dan saya ingin tahu bagaimana risiko kalau orang yang kena kanker itu dikemoterapi. Saya mengunjungi Rumah Sakit Kanker di Jakarta, tidak terbayangkan bahwa penyakit yang saya derita itu sangat mengerikan, setelah saya melihat kenyataan ini, saya memutuskan untuk tidak dioperasi, tidak dikemoterapi, juga tidak makan obat. Saya siap menghadapi kenyataan ini.

Karena pada masa-masa tahun 1994 itu saya banyak sekali memiliki kegiatan dalam pengembangan Dhamma, saya melupakan sakit saya dan tidak henti-hentinya saya melakukan kebajikan dan belajar meditasi, serta mempelajari Dhamma, Ajaran Sang Buddha secara lebih mendalam, untuk menguatkan keyakinan saya bahwa Sang Tri Ratna pasti akan memberikan jalan yang terbaik bagi saya karena saya tidak percaya bisa terkena penyakit kanker, karena dalam keturunan keluarga saya tidak ada yang sakit kanker.

Pada suatu hari saya mendapat telpon dari Dokter Wong, yang mengharuskan saya untuk segera dioperasi, namun saya sudah memutuskan untuk berjuang dengan cara saya sendiri. Sakit saya semakin hari semakin bertambah, muka saya semakin pucat, perut saya semakin kaku, keluarga saya tidak tahu sama sekali, termasuk suami saya.

Kesembuhan

Pada suatu hari saya memutuskan akan bermeditasi secara kontinyu, terus-menerus selama 40 hari, setiap pagi dan sore hari. Saya tidak tahu mengapa saya mempunyai keputusan untuk bermeditasi selama 40 hari. Setiap hari saya membacakan Paritta lengkap mulai dari Namakara Gatha, Karaniya Metta Sutta, Saccakiriya Gatha dan seterusnya sampai diakhiri dengan Ettavatta. Setelah selesai membacakan Paritta Suci, saya selalu meminum tiga cangkir air yang saya persembahkan di Altar. Saya selalu berdoa,mengucapkan kata-kata yang sama, memohon untuk diberkahi jalan yang terbaik, mengucapkan janji dan tekad saya. Dan pada saat saya meminum air, saya selalu berdoa seperti ini:

1. Pertama-tama saya ambil cangkir yang di tengah, saya berdoa di hadapan Sang Bhagava, kalau memang saya harus menghadapi kematian, saya mohon Sang Bhagava memberikan jalan yang terbaik.
2. Lalu saya ambil cangkir air yang di sebelah kiri, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan bersungguh-sungguh mendalami dan menjalankan Dhamma, Ajaran Sang Bhagava dengan baik.
3. Yang terakhir, saya mengambil cangkir yang di sebelah kanan, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya kini diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan mengabdi menjadi siswa Sang Bhagava.

Setiap hari dengan tekun saya membaca Paritta Suci, bermeditasi dan berdoa dengan sungguh-sungguh.

Hingga pada hari yang ke-35, biasanya saya dari duduk untuk berdiri saja sulit, saya harus memegangi perut di sebelah kiri, baru saya bisa berdiri. Tetapi pada hari itu, pada saat bermeditasi saya mendengar sepertinya ada orang yang masuk ke dalam ruangan saya bermeditasi, seperti ada suara injakan kakinya yang sangat keras, dan sepertinya duduk di sebelah saya, suara nafasnya keras sekali, saya benar-benar takut tetapi saya tidak berani membuka mata, saya takut kalau saya sampai melihat orang itu. Beberapa menit kemudian saya mendengar orang itu meninggalkan tempat dan perlahan-lahan saya membuka mata, ternyata orang itu sudah tidak ada lagi. Saya lupa bagaimana caranya saya berdiri pada saat itu, saya lalu ke dapur dan setelah minum saya baru sadar bagaimana ya caranya saya bangun. Saya mencoba kembali duduk dan bangun kembali, saya bisa melakukannya, rasa sakit itu hilang. Saya terus melakukan meditasi selama 40 hari, di dalam hati saya berjanji akan melakukan kebajikan terus menerus dan saya selalu merasa berbahagia, dan saya tidak tahu mengapa, apa saya sudah lupa bahwa saya akan mati.

Sejak hari ke-35 itu, saya selalu bermimpi yang aneh-aneh, tetapi di dalam mimpi saya selalu berhubungan dengan para Bhikku. Di dalam mimpi itu saya naik gunung, sampai di puncak gunung saya terperosok masuk lumpur, dan saya mengucapkan "Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa" ke hadapan Sang Bhagava, dan di bawah gunung, puluhan para Bhikkhu memanggil-manggil nama saya, mendadak ada air bah yang mendorong saya sehingga saya sampai di bawah, saya diberi bungkusan oleh salah seorang Bhikkhu.

Banyak teman-teman saya selalu memimpikan saya selalu bersama para Dewa, dan keajaiban terakhir yang saya dapatkan adalah telepon dari Dokter Wong yang menanyakan keadaan saya, dokter itu menyarankan agar saya mengambil keputusan untuk dioperasi, tetapi rasa sakit di perut saya sudah berkurang, akhirnya saya putuskan untuk memeriksakan kembali penyakit saya di Singapura.

Pada tanggal 20 Februari 1995 saya berangkat bersama suami saya menuju Singapura. Namun ada satu keanehan, sejak saya berangkat ke Airport, saya merasa sangat mengantuk, begitu naik pesawat terbang saya minta kepada suami saya untuk jangan membangunkan pada saat dibagikan makanan. Begitu tidur, saya bermimpi dari Bali ke Singapura saya berjalan di atas lautan, dan di pinggir banyak sekali para Bhikkhu yang berdiri di atas lautan. Begitu mendarat di Singapura, saya dibangunkan dan saya bertanya, saya jalan apa naik pesawat, suami saya menjawab sedikit sewot, tentu saja naik pesawat masak jalan kaki katanya. Tetapi pada  sore hari itu saya memutuskan, untuk bertemu dokter esok hari saja.

Pada pagi hari tanggal 22 Februari 1995 saya diperiksa oleh dokter, berkali-kali saya disuruh minum air dan diperiksa berkali-kali, sepertinya dokter itu bingung, komputernya dicek, diperiksa kalau-kalau rusak. Lalu dilihat lagi hasil-hasil pemeriksaan yang dulu; saya diperiksa lagi, kemudian saya dikirim ke Rumah Sakit lain untuk diperiksa lagi oleh satu tim dokter yang terdiri dari 5 orang dokter ahli, memeriksa saya berulang kali, sampai saya teler, kecapaian diperiksa bolak-balik, setelah itu dokter menyatakan sakit kanker saya tidak bisa ditemukan, hanya ada tanda seperti petikan buah anggur. Saya dikembalikan lagi ke Dokter Wong, beliau tidak memeriksa lagi hanya bertanya, agama saya apa, saya bengong, beliau hanya mengucapkan Amitabha dan menyuruh saya berdoa ke Vihara. Saya terkejut dan sungguh bahagia, saya bisa sembuh dari penyakit kanker, tanpa melalui operasi.

Inilah berkah Sang Buddha yang demikian besar kepada saya, sehingga saya benar-benar percaya bahwa karma itu bisa dirubah dengan cara melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh.

Karena itu tumbuhkanlah keyakinan yang kuat kepada Sang Tri Ratna, menjadi siswa Sang Buddha yang baik, melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh, perbanyaklah perbuatan bajik, sucikanlah  pikiran.

Saya telah berusaha menjalankan segala kebajikan, dengan materi yang saya miliki, saya pergunakan sebaik-baiknya di dunia ini, agar ada kenangan yang berarti untuk menuju kehidupan yang akan datang.

Semoga pengalaman saya ini menjadi kesaksian nyata untuk dijadikan cermin bagi saudara-saudara se-Dhamma, di dalam memperoleh kebahagiaan dengan melaksanakan Ajaran Sang Guru Agung kita, Sang Buddha Yang Maha Sempurna. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata.

Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu...sadhu...sadhu.

Erlina Kang Adiguna

Denpasar, Bali.

Biodata
Nama : Erlina Kang
Tempat/tanggal lahir : Baturiti, Juli 1944
Alamat : Jln. Gunung Lawu Denpasar
Nama Suami : Putu Adiguna
Nama Anak : Liliek Herawati, Putu Agus Antara, Arief Wijaya, Yuliana Kanaya, Cahyadi Adiguna
Jabatan/kegiatan lainnya : 

1. Penasehat Forum Ibu-ibu Buddhis
2. Ketua Umum Yayasan Kertha Yadnya
3. Pelindung di Vihara Buddha Sakyamuni
4. Ketua Kehormatan di Vihara Buddha Guna Nusa Dua

Sumber: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=164&multi=T&hal=0

Rabu, 01 Juni 2011

Meditasi Mampu Mendukung Aktivitas Otak (Meditasi Buddhis Mampu Menghasilkan Perubahan-Perubahan Yang Menetap Pada Otak)


Meditasi Mampu Mendukung Aktivitas Otak (Meditasi Buddhis Mampu Menghasilkan Perubahan-Perubahan Yang Menetap Pada Otak)




Meditasi Mampu Mendukung Aktivitas Otak

Meditasi Buddhis Mampu Menghasilkan
Perubahan-Perubahan Yang Menetap Pada Otak
Oleh : Jennifer Warner



Diulas oleh Brunilda Nazario, MD
10 November 2004
WebMD Medical News

Meditasi tidak hanya menghasilkan efek yang menenangkan, tetapi, penelitian baru menunjukkan bahwa praktek meditasi Buddhis dapat menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di otak.

Para peneliti menemukan bahwa para bhikkhu yang telah bertahun-tahun melakukan latihan meditasi Buddhis, menunjukkan aktivitas otak di daerah yang berhubungan dengan pengetahuan dan kebahagiaan jauh lebih besar daripada mereka yang belum pernah mempraktekkan meditasi.

Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa latihan mental jangka panjang, seperti halnya meditasi Buddhis, dapat mendorong perubahan-perubahan jangka pendek dan panjang dalam aktivitas dan fungsi otak.

Meditasi Buddhis Dapat Mengubah Otak

Pada penelitian yang terbit dalam edisi online minggu ini mengenai laporan dari the National Academy of Science disebutkan bahwa para peneliti telah membandingkan aktivitas otak delapan orang bhikkhu Buddhis senior dengan 10 orang pelajar yang sehat.

Para bhikkhu rata-rata berumur 49 tahun. Mereka masing-masing telah mendalami latihan mental dengan bermeditasi selama 10.000 sampai 50.000 jam dalam jangka waktu 15 sampai 40 tahun.

Para pelajar rata-rata berumur 21 tahun. Mereka sama sekali tidak mempunyai pengalaman dalam meditasi dan mendapatkan satu minggu latihan meditasi sebelum penelitian dimulai.

Kedua kelompok diminta mempraktekkan meditasi belas kasih. Meditasi ini tidak memerlukan konsentrasi pada hal-hal khusus. Para peserta diarahkan untuk membangkitkan perasaan cinta kasih dan belas kasih tanpa terfokus pada obyek tertentu.

Para peneliti dengan mempergunakan Electro Encephalo Grams mengukur aktivitas otak sebelum, selama, dan setelah meditasi.

Mereka menemukan perbedaan aktivitas otak yang menyolok di antara kedua kelompok tersebut. Aktivitas otak jenis ini dinamakan aktivitas gelombang gamma yang melibatkan proses-proses mental termasuk perhatian, ingatan kerja, pengetahuan serta kesadaran.

Para bhikkhu Buddhis mempunyai tingkat aktivitas gelombang gamma yang lebih tinggi sebelum mereka mulai meditasi. Perbedaan tersebut meningkat secara dramatis selama bermeditasi. Kenyataannya, para peneliti mengatakan tingkat aktivitas gelombang gamma tersebut adalah tingkat yang tertinggi yang pernah dilaporkan.

Para bhikkhu juga mempunyai lebih banyak aktivitas otak di daerah yang berhubungan dengan emosi-emosi positif, seperti kebahagiaan.

Para peneliti menyebutkan kenyataan bahwa bhikkhu - bhikkhu itu telah mempunyai tingkat aktivitas otak jenis ini yang lebih tinggi sebelum meditasi dimulai. Hal ini menunjukkan bahwa praktek meditasi Buddhis atau bentuk meditasi lainnya dalam jangka panjang dapat mengubah otak.

Walaupun selisih umur juga dapat mempengaruhi beberapa perbedaan yang diketemukan dalam penyelidikan ini, para peneliti mengatakan bahwa praktek meditasi berjam-jam itulah yang lebih menentukan aktivitas gelombang gamma daripada usia seseorang.

Para peneliti mengatakan masih diperlukan penyelidikan yang lebih banyak lagi untuk melihat apakah perbedaan dalam aktivitas otak lebih disebabkan oleh latihan meditasi jangka panjang itu sendiri atau oleh perbedaan individu sebelum latihan.



Naskah Asli:
Meditation May Bolster Brain Activity - The Buddhist Channel
Sumber Lutz, A. Proceedings of the National Academy of Science, 8 November 2004.
(http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=7%2C378%2C0%2C0%2C1%2C0)

Diterjemahkan oleh : Jenny H - Surabaya
Editor : Bhikkhu Uttamo 

Dikutip dari: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=831&multi=T&hal=0

Selasa, 31 Mei 2011

Bagaimana Meditasi Menyelamatkan Hidup Saya Oleh Michal Levin


Bagaimana Meditasi Menyelamatkan Hidup Saya Oleh Michal Levin




Bagaimana Meditasi Menyelamatkan Hidup Saya
Oleh Michal Levin

Meditasi adalah hal yang sangat misteri, seperti pintu menuju ke realitas lain, realitas yang selalu ada tetapi tidak dapat dilihat. Selama bertahun-tahun saya tidak mengetahui apapun tentang meditasi, dan tidak peduli. Tetapi saat mencari sesuatu yang lain, saya menemukannya secara kebetulan.

Dengan keluarbiasaan dan kekuatan tersembunyinya, meditasi menjadi jalan yang menuntun saya ke dunia yang lebih luas dan dalam - atau ke pencapaian lebih jauh dari dunia ini. Meditasi adalah jalan yang menuntun saya ke dalam diri saya (yang paling dalam). Saya belajar teknik ini saat saya tidak mempunyai pikiran bahwa ini adalah suatu hal yang memungkinan. Saya adalah seseorang yang mampu, peduli, tanggung jawab dan prihatin terhadap orang lain. Saya mengasuh anak-anak saya, mengejar karir saya (sebagai seorang wartawan meliputi peristiwa-peristiwa terkini di televisi), bersedih atas kegagalan pernikahan saya, berteman dengan kawan-kawan, pergi ke pesta-pesta .... dan memasuki jurang batiniah yang dalam sekali. Saya tidak melihat jalan keluar.

Saya melihat sinar yang berada jauh diatas saya, tetapi tidak mengetahui bagaimana mencapainya. Selama berbulan-bulan, ketidakpahaman saya bertambah dalam. Sangat susah mengatakan apa yang salah. Hidup tidak ada artinya. Segalanya tidak cukup, tetapi juga terlalu berat. Saya tidak tahu apa yang saya hendaki. Tidak sabar dan membingungkan seperti seorang anak pemarah.

Suatu sore hari saya memutuskan untuk mencoba meditasi - untuk membuktikan bahwa meditasi tidak cocok buat saya. Malam sepuluh tahun yang lalu itu merubah hidup saya. Realitas lain membuka dan merangkul saya. Pada bulan-bulan berikutnya saya dipaksa mengenali intuitif saya (beberapa memakai kata "psychic" yang tidak saya sukai) dan kemampuan-kemampuan penyembuhan. Saya diajar oleh dunia dalam (diri) - atau apakah merupakan sesuatu di luar saya atau perluasan diri? - guna melihat kualitas yang hanya dapat saya namakan "energi". Selanjutnya saya belajar memahami arti dari apa yang dapat saya lihat. Saya mendapatkan sebuah pemahaman yang lebih dalam dan seringkali berbeda tentang orang-orang, kejadian-kejadian dan dunia. Dan saya juga berubah. Paling penting, saya menemukan sebuah pemahaman dan pengalaman tentang cinta kasih yang mencakup etika-etika, moralitas dan kebenaran.

Meditasi juga membawa sesuatu yang hanya dapat saya namakan "suatu kesadaran". Saya bukan seorang Buddhist, tetapi seorang Lama tinggi Tibet yang pertama kali bersikeras bahwa saya mempunyai suatu anugrah. Orang-orang segera mulai mencari saya untuk konsultasi. Jumlah mereka bertambah dengan cepat. Orang-orang profesional - para ahli psikoterapi, orang-orang busines, para seniman kreatif, guru-guru, para spesialis IT, bahkan para selebriti - juga mereka dari berbagai lingkungan hidup memenuhi buku harian saya, dan membuat daftar tunggu. Sejak itu kemampuan saya memahami dan bekerja dengan energi bertambah terus menerus.
Tiga tahun setelah bekerja sebagai seorang intuitif, saat mengajar satu grup meditasi, saya melihat energi saya sendiri, sesuatu yang jarang terjadi. Saya melihat sebelah kanan tubuh saya seperti gelap, dan daerah tergelap berada di kepala saya. Dari kenyataan yang tertanam mendalam, saya mengetahui bahwa saya dapat menghilangkan warna gelap itu dengan mencurahkan sinar penyembuhan, tetapi warna gelap itu segera kembali. Warna gelap itu pasti sesuatu yang telah berada dalam tubuh saya, dan saya tidak dapat menghilangkannya dengan energi penyembuhan saja.

Saya melihat beberapa dokter alternatif dan ortodoks. Tidak seorangpun dapat menjelaskan kondisi saya atau menemukan ketidak beresan apapun dengan saya. Mereka memberikan penjelasan yang saya ketahui salah: effek dari hepatitis, suatu masalah spiritual, pengisian mercuri, keletihan disebabkan kuman virus.

Saat saya merasakan kematian telah dekat (walaupun tidak seorangpun setuju), suara dalam meditasi saya menunjukkan saya ke tempat kelahiran saya, Afrika Selatan. Suara itu memerintahkan saya mencari dokter di  sana yang dikenal sebagai "the rose grower". Saya menemukan dia dan di kantor rumah sakitnya, dokter itu menemukan sesuatu di sebelah kanan otak saya yang dicurigai sebagai tumor. Penemuannya terbukti benar. Saya mempunyai beberapa minggu untuk hidup, paling bagus beberapa bulan.

Segera setelah penemuan itu, tumor itu diangkat di Los Angeles. Hidup saya tertolong, tetapi dengan satu harga. Satu sisi pendengaran saya hilang dan syaraf muka saya terluka parah, dengan semua konsekwensinya:  satu mata tidak dapat ditutup, separuh mulut tidak dapat bergerak, kehilangan rasa, dan lebih banyak lagi. Akan tetapi seluruh waktu, meditasi dan realitas (yang saya dapatkan melalui meditasi) membuat saya bertahan. Dalam beberapa bulan berikutnya, kemampuan saya bekerja dalam suatu kapasitas intuitif menjadi lebih kuat.

Tetapi, bentuk kerja saya berubah dan batas pemahaman saya bertambah luas. Beberapa tahun selanjutnya, penyembuhan pada fisik saya mengalamai kemajuan secara perlahan-lahan, terus menerus dan sukses. Tumor saya diangkat dengan pisau bedah, tetapi tidak satu saatpun saya melepaskan praktek spiritual saya. Dengan demikian saya mengalami suatu mujijat, dan terus berlangsung demikian. "Kesadaran" terus menerus menjaga saya melalui saat tergelap dan menyentuh saya. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menunjukkan saya keindahan langit di pagi hari, keindahan jalan sunyi di malam hari, atau kerimbunan rumput liar yang dijumpai di trotoar retak. "Kesadaran" tiada henti membantu saya untuk belajar dan memahami (dengan mengalaminya) bagaimana semua mahkluk adalah bagian dari satu sama lain dan alam semesta. Meditasi adalah awal dari segalanya.

-----------------------------------------------------------------------

Michal Levin tinggal dan bekerja di London, di sana ia memberikan kursus-kursus intuitif dan mengajar grup-grup. Ia juga mengadakan perjalanan jauh setelah dua anaknya dewasa, dan senang menerima undangan-undangan untuk mengajar di mana saja ia diundang. Ia telah menulis tiga buku: The Pool of Memory, The Autobiography of An Unwilling Intuitive (Gill and MacMillan, 1998), yang memperincikan banyak petualangan termasuk kalachakra dengan Yang Mulia Dalai Lama, Spiritual Intelligence (Hodder and Stoughton, 2000), dan Meditation, Path to The Deepest Self (DK, 2002).

Keterangan karyanya lebih lanjut, lihat website: www.MichalLevin.com

Diterjemahkan dari : How Meditation Save My life
Diterbitkan oleh : Majalah "Eastern Horizon", May-August 2002, issue no. 8
Alih bahasa : Jenny, Surabaya

Sumber:http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=165&multi=T&hal=0

Senin, 30 Mei 2011

Topik Mendalam: MEDITASI Pengejaran Kebahagiaan, CBC News Online

Topik Mendalam: MEDITASI Pengejaran Kebahagiaan, CBC News Online


Topik Mendalam : MEDITASI
Pengejaran Kebahagiaan
CBC News Online | April 23, 2004

Reporter: Eve Savory
Producer: Marijka Hurko
From The National



Erin Gammel adalah atlet yang pasti masuk tim renang Olimpiade Kanada. Pemegang rekor Kanada, juara gaya punggung - jika tidak terjadi sesuatu di luar dugaan, ia akan diberangkatkan ke Athena.

Tetapi empat tahun yang lalu, ia juga merupakan orang yang dipertaruhkan secara pasti untuk Olimpiade Sydney.

"Setiap orang terus memberitahu saya bahwa anda pasti bisa ikut," ia berkata. "Kita mempunyai strategi dan segalanya sempurna. Maka saya pikir inilah saatnya, saya akan menuju ke Olimpiade."

Ia bertanding di pertandingan percobaan Olimpiade di Montreal. Ia menabrak tali pemisah, kehilangan konsentrasi dan kehilangan posisinya di tim tersebut.

"Hal itu sangat mengecewakan. Saya depresi. Saya sungguh-sungguh sedih. Saya menangis dan saya tidak dapat mengendalikan diri sendiri," kata Gammel.

Erin Gammel menangis selama dua tahun. Pertolongan yang tidak pernah ia duga sama sekali sedang datang, pertolongan dari Dharamsala di India bagian utara, 5.000 kilometer jauhnya dan dari kebudayaan yang telah ada beribu-ribu tahun.

Dharamsala adalah rumah pengasingan bagi ribuan warga Tibet yang mengikuti Dalai Lama setelah China menduduki Tibet.

Umat Buddhis Tibet telah berpraktek dan memperbaiki eksplorasi mereka selama 25 abad. Selama beberapa generasi mereka menyelidiki ruang batin mereka dengan komitmen yang sama seperti ilmu pengetahuan barat mengeksplorasi dunia luar dan ruang angkasa.

Tetapi saat ini, mereka menemukan kesepakatan dalam suatu kerjasama yang luar biasa.

Pada Maret 2000, suatu grup para ahli ilmiah dan sarjana yang terpilih melakukan perjalanan ke Dharamsala. Mereka datang untuk berbagi pemahaman dan solusi - atas kesulitan dan penderitaan manusia.

Richard Davidson berada di antara mereka, seorang neuroscientist (ahli ilmiah syaraf) dari University of Wisconsin. Ia menemukan tidak ada pertentangan apapun antara agama Buddha dengan ilmu pengetahuan.



"Sikap yang ditunjukkan oleh para umat Buddha dalam menyelidiki pikiran mereka hampir seperti berhubungan dengan ilmu ilmiah," katanya. "Pikiran mereka adalah lahan untuk percobaan mereka sendiri, jika mereka menginginkannya."

Para pengunjung dari Barat telah diundang sendiri oleh Dalai Lama ke tempat tinggal pribadinya.

Selama lima hari para bhikkhu dan ahli ilmiah menganalisa apa yang mereka sebut "emosi-emosi negatif" - kesedihan, kecenderungan menjadi keirian kegelisahan/kecemasan, kemarahan - serta potensi mereka untuk menghancurkan.

Salah satu peserta, Daniel Goleman, penulis buku Destructive Emotions, berkata, "Saat kami akan meninggalkan Amerika menuju ke sini, berita utama di sana adalah seorang anak berumur enam tahun telah berkelahi dengan teman kelasnya dan pada hari berikutnya ia kembali dengan sebuah pistol dan menembak dan membunuh temannya. Hal ini sangat menyedihkan."

Mengapa para ahli ilmu pengetahuan mencari jawaban pada Buddhisme Tibet?

Karena praktek-praktek meditatifnya yang kuat kelihatannya telah memberikan para bhikkhu suatu daya lenting yang luar biasa, suatu kemampuan untuk pulih dari hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan, dan memelihara kepuasan batiniah.

Laboratorium Richard Davidson adalah salah satu laboratorium yang termaju di dunia untuk melihat bagian dalam otak manusia yang masih hidup. Baru saja ia mendapatkan sokongan yang belum pernah terjadi sebelumnya sebesar 15 juta dolar Kanada antara lain untuk mempelajari apa yang terjadi di dalam otak orang yang sedang bermeditasi.

"Meditasi adalah suatu bentuk praktek yang telah ada sekitar lebih dari 2.500 tahun, yang tujuan utamanya adalah untuk memelihara kualitas-kualitas manusia yang positif, untuk meningkatkan kemajuan dan daya lenting/pulih. Maka kami pikir bahwa meditasi patut dipelajari dengan alat-alat ilmu pengetahuan ilmiah moderen," kata Davidson.

Setahun lebih kemudian pada Mei 2001, Dalai Lama membalas kunjungan ke laboratorium Davidson di Madison, Wis.

Subyek-subjek berharganya - dan teman-teman sekerjanya - adalah para lama, bhikkhu pengikut Dalai Lama.

"Kami percaya para bhikkhu adalah semacam atlet-atlet olimpiade dari latihan mental," kata Davidson. "Mereka adalah individu-individu yang telah berpraktek selama bertahun-tahun. Untuk merekrut individu-individu yang telah melakukan pelatihan pikiran lebih dari 10.000 jam bukanlah sebuah tugas yang mudah dan tidak banyak terdapat individu demikian di planet ini."

Dalai Lama pernah mengatakan jika ia tidak menjadi seorang bhikkhu, ia akan menjadi seorang insinyur teknisi.

Ia membawa kecenderungannya itu - keingintahuan dan disiplin intelektual - pada diskusi tentang EEGs dan fungsional MRI.



Tetapi hal ini sesungguhnya bukan tentang mesin-mesin.

Serta bukan mengenai Nibbana.

Hal ini tentang kehidupan sehari-hari; tentang kesulitan orang-orang biasa - serta suatu dunia yang lebih bijaksana.

"Biaya manusia dan ekonomi sangat dramatis untuk pengobatan penyakit kelainan jiwa di negara-negara industri dunia barat," kata Davidson. "Sampai pada batas bahwa pemeliharaan kebahagiaan guna menurunkan penderitaan tersebut secara mendasar sangat penting."

Bhikkhu dan ahli ilmiah sedang bersama-sama menyelidiki - Seni Kebahagiaan (The Art of Happiness).

"Daripada berpikir mengenai kualitas-kualitas seperti kebahagiaan sebagai suatu sifat," kata Davidson, "Kita seharusnya memikirkan mereka sebagai suatu keahlian, tidak jauh seperti keahlian bersepeda atau ski. Keahlian-keahlian yang dapat dilatih. Saya pikir bahwa dengan jelas kebahagiaan bukan suatu kemewahan bagi budaya kita tetapi suatu kebutuhan."

Tetapi kita percaya kita dapat membeli kebahagiaan hanya jika kita mempunyai uang. Itu adalah apa yang diberitahu oleh industri periklanan. Dan kita pikir hal itu adalah benar.

Teori-teori manusia tentang apa yang akan membuat mereka bahagia seringkali salah. Maka banyak hal di jaman sekarang menunjukkan misalnya bahwa memenangkan lotre akan secara cepat meningkatkan kebahagiaan anda tetapi kebahagiaan itu tidak akan bertahan.

Terdapat beberapa bukti bahwa watak kita kurang lebih dibentuk dari lahir. Maka orang tertentu berwatak murung, yang lainnya berwatak periang - hal yang seperti demikian.

Walaupun pada saat hal-hal menyenangkan atau tidak menyenangkan terjadi, kebanyakan dari kita akhirnya akan kembali ke arah ciri emosional tersebut.

Tetapi Davidson percaya bahwa arah karakter tersebut dapat diubah.

"Pekerjaan kami secara mendasar berfokus pada mekanisme-mekanisme otak apa yang menyebabkan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan emosi ini dan bagaimana mekanisme-mekanisme otak ini dapat berubah karena hasil dari latihan tertentu," kata Davidson.

Pekerjaan ini tidak dapat dilakukan 20 tahun yang lalu. "Kenyataannya 20 tahun yang lalu kita telah mempunyai angan-angan tentang metode-metode yang anda pergunakan untuk menginterogasi otak dengan cara ini, tetapi kita tidak mempunyai alat untuk mengerjakan hal ini."

Sekarang kita telah mempunyai alat sehingga kita dapat melihat bahwa pada saat emosi-emosi kita surut dan mengalir, begitu juga yang terjadi dengan kimia otak dan aliran darah. Ketakutan, depresi, cinta kasih, mereka semua bekerja pada bagian-bagian yang berbeda dari otak kita.

Kebahagiaan dan semangat tinggi, serta kegembiraan - mereka muncul saat aktivitas pada bagian kiri otak dekat korteks depan meningkat. Kegelisahan, kesedihan - ada pada otak bagian kanan.

Davidson telah menemukan pola ini terjadi pada bayi-bayi berumur 10 bulan, pada para balita, anak-anak belasan tahun dan orang-orang dewasa.

Davidson menguji lebih dari 150 orang biasa guna melihat bagian-bagian mana dari otak mereka yang paling aktif.



Beberapa lebih aktif di bagian kiri. Beberapa lebih aktif di bagian kanan.

Beberapa aktif di bagian otak kanan yang agak jauh. Mereka mungkin yang disebut tertekan. Yang lainnya kecenderungan otaknya cukup jauh ke kiri, orang semacam ini merasa "hidup adalah menyenangkan."



Jadi terjadi pada suatu area tertentu. Selanjutnya Davidson menguji seorang bhikkhu.

Bhikkhu tersebut otaknya begitu jauh ke kiri, ia tidak pada garis. Ia merupakam seorang bhikkhu yang berbahagia.

"Dan hal ini adalah bukti yang agak dramatis bahwa ada sesuatu yang sungguh-sungguh berbeda pada otaknya dibandingkan dengan otak-otak 150 orang lainnya. Ini adalah bukti yang menggiurkan bahwa praktek-praktek meditasi ini sungguh dapat meningkatkan perubahan-perubahan yang berguna bagi otak."

Di sini para atlet olimpiade meditasi bertemu dengan para pemuka pembaca radar.

Khachab Rinpoche, seorang bhikkhu dari Asia, datang ke Madison untuk bermeditasi di tempat yang mungkin paling aneh dalam hidupnya: tempat penelitian MRI fungsional.

Dia mengijinkan para ahli ilmiah melihat apa yang terjadi pada otaknya saat ia mengalihkan perhatian antara jenis-jenis meditasi yang berbeda.

Mereka ingin mengetahui bagaimana otaknya berbeda dengan orang-orang biasa, dan apakah perubahan tersebut berhubungan dengan kepuasan batiniah yang dilaporkan para bhikkhu.

Maka mereka menguji bagaimana para subyek bereaksi pada suara-suara yang tidak menyenangkan dan bayangan-bayangan yang tiba-tiba melintas pada kacamata-kacamata besar yang mereka pakai dalam MRI.

Biasanya saat kita terancam, salah satu bagian otak menjadi aktif secara luar biasa, tetapi yang terjadi pada para bhikkhu, "Tanggapan terhadap ransangan-rangsangan kuat pada indra pendengar akan menimbulkan emosi-emosi kuat, dan reaksi dari daerah ini khususnya berkurang pada saat meditasi," kata Davidson.

Ini adalah hasil yang sangat awal, tetapi implikasi yang mengejutkan kita semua barangkali adalah para lama dapat bertindak melampaui kejadian-kejadian yang menegangkan - dengan kata lain, salah satu kunci menuju kebahagiaan mereka.

Ini dapat memberitahu kita sesuatu tentang potensi kita. "Otak kita dapat beradaptasi, otak kita tidak tetap. Ikatan dalam otak kita tidak ditetapkan. Siapa kita hari ini tidak selalu akan menjadikan kita manusia akhir yang ditentukan," kata Davidson.

Buddhisme Tibet dikatakan sebagai salah satu yang memerlukan usaha-usaha mental yang paling keras di planet ini. Memerlukan 10.000 jam meditasi dan waktu bertahun-tahun dalam pengasingan diri untuk menjadi mahir. Hanya sedikit dari kita yang dapat membayangkan komitmen demikian.

Tetapi itu tidak berarti keuntungan-keuntungan meditasi tidak dapat kita jangkau.

Zindal Segal adalah seorang ahli psikologi di Centre for Addiction and Mental Health (Pusat untuk kecanduan dan kesehatan mental) di Toronto. Ia memakai meditasi untuk menangani ketidakteraturan suasana hati.

Pengobatan tersebut berdasarkan ajaran-ajaran Buddhist dan dinamakan kewaspadaan.


Michael Herman, rekan senior di perusahaan hukum Goodman and Goodman, beliau melakukan meditasi di kantornya.

"Sangat sedikit dari kita dapat duduk selama 10.000 jam, tetapi hal yang menarik adalah kita tidak perlu melaksanakan (duduk selama 10.000 jam) untuk dapat melatih kewaspadaan. Kapasitas-kapasitas tersebut tersedia pada kita semua," kata Segal. "Kita membicarakan tentang perhatian, kita membicarakan tentang mengembalikan pikiran kita ke saat ini. Kita semua mempunyai kemampuan ini. Kita tidak harus meraihnya, kita hanya harus mencari suatu cara menyingkirkan keketidakteraturan guna melihat bahwa kemampuan tersebut memang sudah ada di sana."

Meditasi saat ini telah keluar dari tempat persembunyiannya. Diberitakan bahwa meditasi mengurangi stres, menurunkan tekanan darah, membantu meletakkan hari buruk di kantor dalam perspektif.

Meditasi dijadikan sesuatu yang penting oleh masyarakat utama, dari para pejabat perusahaan sampai ke tingkat-tingkat buruh.

Saat ini jika kita menemukan rumah-rumah sakit seperti St. Joseph di Toronto menawarkan program-program meditasi adalah merupakan hal yang biasa. Sebanyak 360 orang mengambil kursus selama delapan minggu setiap tahun.

Kebanyakan program telah mengambil sistem yang paling mudah dari ajaran Buddhis dan mengadaptasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang sibuk.



"Meditasi adalah suatu keahlian yang dapat dipelajari, dan seperti keahlian apapun, meditasi perlu dilatih. Maka kita memakai pernafasan sebagai langkah awal kita mulai berlatih, tetapi pada akhirnya kita ingin dapat memakai kesadaran akan pernafasan tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari," kata Segal.

"Saat kita mempunyai kemampuan untuk melakukannya, maka selanjutnya kita dapat memakai pernafasan saat kita berbaris di bank, atau jika kita sedang bertengkar dengan pasangan, sebagai cara memusatkan kita pada diri sendiri ketika tengah berada pada situasi yang menganggu."

Sesuatu yang menganggu seperti bayangan pikiran yang tidak dapat dihindari oleh Erin Gammel: di hari saat ia gagal memasuki tim olimpiade.

"Saya hanya ingat bahwa tangan saya menyangkut tali pemisah dan saya berpikir semuanya berakhir," kata Gammel.

Ia kehilangan fokusnya, kehilangan posisinya di tim, dan kehilangan semangatnya untuk berenang.

"Hal itu mempengaruhi seluruh hidup saya. Saya menangisi hal yang kecil. Saya tidak maju dan kelihatannya tidak ada hal apapun yang sungguh-sungguh maju. Dan saya merasa gagal dalam setiap hal yang saya lakukan," katanya. "Itu adalah bagian dari depresi dan kesedihan karena pada waktu itu saya merasa gagal. Tidak ada sesuatu pun yang berjalan dengan baik."



Hingga ia berhubungan dengan ahli psikologi olahraga tim renang nasional bernama Hap Davis. Davis kagum oleh hasil karya ahli ilmu ilmiah Richard Davidson.

Ia mempunyai dugaan bahwa mengingat kembali pengalaman yang menyedihkan tersebut menekan otak bagian kiri Erin, bagian yang sangat aktif pada orang-orang bahagia dalam penemuan Davidson.

Ia memikirkan suatu perencanaan bantuan - meditasi pernafasan yang harus Erin lakukan sebelum dan sesudah menonton video secara berulang.

"Jika seseorang dapat memusatkan pikiran pada diri mereka sendiri dan merasa berpusat pada meditasi pernafasan, mereka dapat mencapai titik dimana mereka dapat melihat dan memandang suatu kejadian dengan pikiran yang kritis, dengan pikiran yang terbuka pada apa yang dialami dan melihat apa yang terjadi dengan obyektif," kata Davis.

"Anda mengetahui apa yang dirasakan pada saat pertandingan. Rasanya seperti saya benar-benar berhenti dan mati. Tetapi dalam rekaman video yang kemudian saya tonton hanya kelihatan seperti suatu gangguan kecil. Hal itu tidak berarti lagi."

Telah lebih dari dua tahun sejak mereka memerlukan mempelajari rekaman tersebut - karena meditasi tersebut berhasil. Kesenangan Erin akan renang telah kembali; ia memenangkan pertandingan berkali-kali.

"Secara emosional, ia menjadi lebih tahan banting. Secara emosional ia lebih stabil, dalam hal prestasi ia lebih konsisten," kata Davis.

"Meditasi tidak harus tentang kebahagiaan tetapi dapat membuat anda menjadi lebih bahagia. Saya kira itu yang dapat anda katakan tentang meditasi. Dan saya merasa lebih percaya diri. Saya tahu bagaimana melakukan dan menyelesaikan hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup saya," kata Gammel.

Terdapat satu pertandingan lagi yang harus dimenangkan - latihan-latihan agar masuk tim menuju Athena.

"Ini adalah tahunku. Itu yang terus saya katakan pada setiap orang. Ini adalah tahunku untuk masuk ke tim Olimpiade karena setelah melalui semuanya ini, saya tahu itulah yang akan terjadi," katanya.

"Meditasi telah ada selama 2.500 tahun, maka hal ini bukan seperti praktek baru," kata Davis. "Tetapi ilmu pengetahuan ilmiah sedang mengejar tradisi tua tersebut dan bukti-bukti menjadi jelas bahwa meditasi dapat merubah sistim kimia otak atau aliran darah di otak."

Dan sekarang terdapat bukti bahwa meditasi dapat merubah otak orang-orang pada umumnya dan membuat mereka lebih sehat.

Promega adalah sebuah perusahaan biotehnologi di Madison, Wis., dimana para peneliti dari Brain Imaging Lab (Laboratorium Bayangan Otak) merekrut para pekerja yang tertekan - staf kantor, para manager, bahkan ahli penelitian ilmiah yang ragu bernama Mike Slater.

"Semuanya serba kacau dan gila. Kami mempunyai seorang yang baru dilahirkan. Kami mengalami tiga kematian dalam satu keluarga. Maka saat ini adalah waktu yang sangat sibuk," kata Slater.

Semua aktivitas dalam otak subyek diukur - termasuk Mike Slater - dan diberi delapan minggu kursus meditasi.

Selanjutnya setiap orang - para meditator dan pengontrol - mendapatkan suntikan flu, dan otak mereka diukur kedua kalinya.

Aktivitas otak para meditator telah berubah ke bagian kiri yang bahagia. Mike Slater bahkan hampir terlalu berhasil.



"Saya cukup bahagia setiap saat dan saya khawatir mungkin saya menyembunyikan beberapa hal yang mungkin sungguh-sungguh menjengkelkan saya, maka saya menghentikannya dan istri saya memperhatikan terdapat peningkatan dalam kejengkelan saya, maka perlu anda ketahui saya sekarang telah mempunyai dua sisi pengalaman. Meditasi menenangkan saya dan saya berhenti melakukannya dan meningkatkan kejengkelan saya," kata Slater.

Tidak hanya itu, sistim kekebalan tubuh mereka meningkat.

"Para individu dalam grup meditasi yang menunjukkan perubahan terbesar dalam aktivitas otak juga menunjukkan perubahan terbesar dalam fungsi kekebalan tubuh, ini menunjukkan bahwa semuanya berhubungan erat," kata Davidson.

Davidson dan timnya telah menunjukkan meditasi tidak hanya dapat mengubah suasana hati - tetapi juga aktivitas otak dan kekebalan tubuh orang-orang pada umumnya.

Dan mereka telah menjawab suatu kekurangan yang mungkin terjadi dalam studi terhadap para bhikkhu.

"Seseorang mungkin berkata individu-individu ini memang awalnya demikian. Mungkin hal itu yang menyebabkan mengapa mereka tertarik untuk menjadi bhikkhu," kata Davidson. "Maka kita sebenarnya tidak dapat menjawab berdasar data tersebut, tetapi dengan studi Promega, kita dapat mengatakan dengan pasti bahwa hal itu pasti berhubungan dengan campur tangan yang telah kita sediakan."

Terdapat alasan-alasan untuk percaya bahwa langkah tidak wajar dan banyaknya gangguan dalam kehidupan sehari-hari dapat membahayakan kesehatan pikiran dan tubuh kita.

Kita tidak dapat memencet tombol penundaan pada dunia yang sibuk dan kita tidak dapat keluar darinya.

Tetapi mungkin meditasi adalah suatu cara untuk mendorong sebuah perasaan kesejahteraan - sebuah nafas yang dalam di tengah angin kencang.

"Seperti yang dikatakan sendiri oleh Dalai Lama dalam bukunya The Art of Happiness (Seni Kebahagiaan), kita mempunyai kemampuan untuk merubah diri kita sendiri karena memang sifat, struktur dan fungsi dari otak kita," kata Davidson. "Dan itu adalah pesan yang penuh harapan karena saya pikir hal itu menanamkan keyakinan manusia bahwa terdapat hal-hal yang dapat mereka lakukan untuk membuat mereka sendiri lebih baik."

Sumber : http://www.cbc.ca/news/background/meditation/
Penerjemah : Jenny H., Surabaya

Dikutip dari:http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=776&multi=T&hal=0

Minggu, 29 Mei 2011

Meninggalkan Dhamma = Meninggalkan Kebahagiaan Sendiri

Meninggalkan Dhamma = Meninggalkan Kebahagiaan Sendiri




Meninggalkan Dhamma = Meninggalkan Kebahagiaan Sendiri
Oleh: Irwan Sutejo

Pertama-tama perkenalkan diri saya terlebih dahulu, nama saya Irwan Sutejo dengan nama Buddhis saya Indavadi. Nama Buddhis saya merupakan hasil pemberian Bhante Vijito pada hari raya Waisak tahun 2002.

Terlahir di kota Medan , saya seperti orang-orang keturunan Tionghoa sebelumnya yakni merupakan penganut Agama Buddha tradisi, atau yang lebih dikenal sebagai Agama Buddha KTP. Sejak kecil saya selalu dididik oleh kedua orang tua saya mengenai cara-cara menjalankan tradisi sembahyang dan sebagainya. Agama Buddha KTP yang dimaksud adalah saya masih menjalankan ritual bakar uang-uangan kertas, masih mengambil jimat dikelenteng, dll. Hal tersebut berlangsung terus menerus, bahkan ketika saya sudah menginjak kursi sekolah, pembelajaran mengenai Agama Buddha di sekolah tidak menarik minat saya. Tidak dipungkiri Agama Buddha yang diajarkan saya tidak pernah mencoba mengerti maupun mendalaminya. Hal tersebut sangat mungkin berkaitan dengan kamma saya yang mungkin belum berbuah, sehingga pada saat SD saya benar-benar sangat buta akan Agama Buddha. Satu hal yang membuat saya tahu adalah “dosa”. Banyak sekali cerita maupun terror berupa dosa akan hal buruk yang jika kita perbuat dan juga keyakinan tradisi lainnya.

Meski masa kecil saya tidak berupa sosok yang jahat, tapi yang pasti saya bukanlah sosok yang kenal maupun familiar dengan Agama Buddha. Hal tersebut berlangsung hingga SMP di mana saya semakin menjadi-jadi. Saya diajar oleh seorang guru agama yang sudah mempunyai reputasi buruk di sekolah dan tidak memberikan apa-apa bagi batin saya. Masa SMP adalah masa-masa di mana saya semakin jauh dari yang namanya “Buddha”. Tidak ada agama dalam hidup, meski sekali lagi saya bukanlah sosok yang jahat, cuma ketidaktahuan saya telah membuat saya menjadi buta segalanya. Keadaan mulai berubah saat saya memasuki kursi SMA, saya bertemu seorang guru Agama Buddha aliran Theravada. Tidak tahu apa yang terjadi tapi saya menjadi benar-benar tertarik dengan penjelasan beliau yang bisa diterima dengan akal maupun logika (sejak SD sampai SMP saya diajar oleh guru dengan basic bukan Theravada).

Saya mengenal beliau dengan baik, hal tersebut berimbas pada pengetahuan saya mengenai Agama Buddha. Saya mulai merasakan kesejukkan mengenai Agama Buddha, hingga akhirnya saya bersedia divisudhi untuk pertama kalinya. Saat itu merupakan saat yang paling berbahagia dalam hidup saya, di mana saya mulai merasakan kedamaian akibat ajaran Agama Buddha. Saya bangga akan perbuatan saya baik buruk atau baik, saya berani untuk menerima akibatnya. Saya merasa sebagai sosok yang tidak mencoba mencari perlindungan selain pada perbuatan saya sendiri. Hal tersebut berlanjut hingga saya bersedia mengabdikan diri untuk menjadi pengurus satu-satunya Vihara Theravada di kota Medan yakni: Vihara Mahasampatti. Saya bekerja tanpa pamrih dengan tujuan memajukan Agama Buddha. Akibat dari tekad saya tidak jarang orang tersinggung oleh tindakan saya, tapi tidak pernah saya pedulikan.

Ketika saya mencoba membunuh suatu makhluk hidup saya mulai berpikir akan kondisi yang sama jika terjadi pada diri kita. Ketika saya melihat bunga mekar, batin saya mulai berkata pada saya apa yang diperbuat itulah yang dipetik. Ketenangan yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Damai yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya menjadikan saya tidak lagi merasakan ketakutan maupun kegelisahan apapun. Betapapun saya pernah mengagungkan kekerasan tetapi sekarang saya mulai merasa dengan menyakiti orang lain sesungguhnya kita menyakiti diri kita sendiri. Saya mulai berpikir mengenai kondisi tidak kekal, penderitaan, dan tidak adanya ego. Saya tidak terhipnotis dan tidak terbuai oleh yang namanya surga, tetapi semua perbuatan saya lakukan semata-mata untuk kebahagiaan semua makhluk yang ada.

Namun hal tersebut tidak bertahan lama, ketika saya pindah ke Jakarta untuk keperluan pendidikan, perlahan tapi pasti saya mulai berubah kembali. Buddha mulai pudar meski kedamaian yang pernah ada masih berbekas. Syukur pada semuanya ketika kondisi mulai memburuk saya dipinjamkan suatu VCD oleh teman saya yang berjudul Angulimalla. Satu ucapan dari Sang Buddha membuat saya kembali hingga saat ini yakni “Berhenti”. Saya begitu terhanyut ketika Beliau menyatakan ucapan dan kalimat lanjutannya. Saya sadar bahwa saya juga harus “Berhenti”. Akibat dari hal tersebut Agama Buddha tidak pernah dan tidak bakal saya tinggalkan lagi pada kehidupan saya selanjutnya. Apa yang ingin saya sampaikan adalah berangkat dari agama tradisi, saya kemudian mencoba mencari tahu mengenai Agama Buddha secara sendirian (Ehipassiko), hingga kini saya menjadi sosok yang bahagia karena Dhamma.

Saya tahu banyak pribadi yang mengalami masalah seperti saya, dan juga banyak sekali yang berpindah agama karena hal tertentu. Di sini saya hanya mencoba menyampaikan satu hal yakni cobalah untuk mendekati Sang Buddha dan ajaranNya. Jangan pernah meninggalkan ajaran kesunyataan tersebut karena dengan melakukan hal tersebut kita telah meninggalkan kebahagiaan kita sendiri. Saya bukan sosok yang bisa menghafal semua paritta dan mengerti semua ajaran Dhamma, tapi untuk semua pribadi saya sarankan berpijaklah pada empat pernyataan Sang Buddha yakni:

janganlah berbuat kejahatan,
tambahkanlah kebajikan,
sucikan hati dan pikiran,
inilah inti ajaran para Buddha.

Mungkin cerita saya jauh dari kesan magic. Tetapi yang ingin saya sampaikan adalah bahwa semua orang bisa seperti saya apabila mereka berusaha mendekati Buddha dan ajaranNya. Bukalah pintu hati dan pikiran untuk mencoba mencari kebahagiaan dalam ajaranNya, niscaya batin dan kepercayaan tidak akan tergoyahkan.

Semoga cerita saya menjadi inspirasi bagi siapa saja yang mengalami kesulitan mengenal Agama Buddha dan sedang tergoyahkan batin maupun kepercayaannya. Tidak ada unsur kepalsuan dalam cerita ini dan semuanya berdasarkan pengalaman nyata saya.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Sabtu, 28 Mei 2011

Jutawan Menjadi Bhikkhu

Jutawan Menjadi Bhikkhu


Mengapa seorang playboy yang mencintai olahraga croquet melepaskan segalanya untuk mencari penerangan.

Agustus 2001, Daily Telegraph, Australia
Oleh STAVRO SOFIOS

Sebulan yang lalu Jose Sanz memiliki satu juta dollar rumah mewah besar dan tiga kekayaan eksklusif lainnya, menghibur kaum elit Sidney dan pewaris sejuta dollar dinasti tembakau.

Saat ini, mantan dokter ahli kandungan Sidney dan dosen universitas akan bangun pada jam 5:30 pagi dan memakai satu-satunya pakaian yang ia miliki - satu set empat potong jubah berwarna coklat dan oranye, kekayaan terakhir yang dimilikinya.

Dr. Sanz - sekarang dikenal sebagai Venerable Yanatharo - telah menyumbangkan harta pribadinya yang lebih dari $ 5 juta demi suatu usaha mencari keharmonian spiritual sebagai seorang Bhikkhu di sebuah vihara di bagian barat Sidney. Dokter yang dihormati, juara olahraga croquet dan pendiri the Double Bay Bridge Club sekarang setiap hari menghabiskan 12 jam bermeditasi dan berdoa di vihara Wat Phrayorthkeo Laotian di Edensor Park.

Kehidupan barunya juga mengajaknya bekerja dengan remaja yang kurang mampu di Cabramatta dan para tawanan penjara yang dibebaskan siang hari. Kekayaan pribadi bhikkhu tersebut - lebih dari $ 5 juta dalam bentuk rumah-rumah, mobil-mobil dan tunai - diberikan kepada anak-anaknya, yang menurutnya marah atas keputusannya (menjadi bhikkhu) ini. Dr. Sanz, 55 tahun, juga memberikan harta sejuta dollarnya kepada saudara perempuannya - satu perkebunan tembakau 3000 hektar di Argentina yang telah menjadi milik keluarganya sejak tahun 1580.

Ia berkata "Saya sama sekali tidak mempunyai ide (jumlah kekayaan sesungguhnya) dan saya tidak peduli". "Kita hidup bersusah payah demi rumah, mobil, uang. Saya hendak menjauhi semuanya ini. Saya keluar dari rumah dan memberikan kuncinya kepada anak-anak saya. Mereka adalah umat Katolik Roman yang setia dan mereka berpikiran bahwa saya telah dibawa oleh suatu pengikut (aliran tertentu)." Umat Buddha yang taat selama 15 tahun ini diperbolehkan menjadi seorang bhikkhu dengan tradisi Laos setelah membuktikan bahwa ia tidak mempunyai hutang-hutang dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang lain setelah kematian istrinya 18 bulan yang lalu.

"Saya merindukan minum bir bersama teman-teman setelah berolah raga," Saya merindukan pergi ke kedai minuman dan berjumpa dengan gadis-gadis. Saya melepaskan empat bulldog kesayangan saya - karena saya tidak diperbolehkan memelihara mereka. Kita harus tidak melekat sama sekali, tetapi saya masih merindukan anjing-anjing saya, mobil saya - tetapi tidak keluarga saya."

Sekretaris Cammeray Croquet Club, Mila Kotala berkata bahwa Dr. Sanz meninggalkan karir olah raga yang sedang menanjak, "Olah raga croquetnya sangat dikagumi di NSW."Ia sangat ramah, jejaka yang sangat gembira." Kehidupan Dr Sanz melibatkan pelajaran harian tentang cerita-cerita yang berisi ajaran Buddhist dan meditasi berjam-jam. Filsafat Buddhist membolehkan sedikit ruang untuk teknologi baru: Dr. Sanz tidak dapat melihat TV tetapi ia dapat belajar dengan para pemimpin di Laos melalui Internet.

"Saya berusaha berkonsentrasi tetapi pikiran saya pergi kemana-mana. Kita tidak dapat mengubah masa lalu, masa depan tidak menentu maka kita hidup di saat ini. Kita berusaha sebaik mungkin, kita berusaha menambah karma baik."


Catatan : croquet - permainan yang mendorong bola kayu ke dalam gawang di lapangan.
Kontak Email : sanz@northnet.com.au


Sumber : Majalah Eastern Horizon, Malaysia, Edisi Jan - Apr 2002 Hal. 12
Penerjemah : Jenny, Sby

Sumber: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=166&multi=T&hal=0

Jumat, 27 Mei 2011

PLR, Melongok Masa Silam Demi Kesembuhan

PLR, Melongok Masa Silam Demi Kesembuhan



PLR, Melongok Masa Silam Demi Kesembuhan

Jakarta, Kompas, Jumat, 16 Sept. 2005



Orang hidup selalu punya masalah, so pasti. Namun, kalau berbagai upaya memecahkannya sudah dilakoni, tapi hasilnya selalu mentok, siapa tahu ada sesuatu di masa lalu yang mengakibatkan kesengsaraan di masa kini .




Salah satu jalan keluarnya, tengoklah “ke masa silam” melalui terapi past life regression (PLR).

Anto tak habis pikir, mengapa belakangan ini ia punya dorongan sangat kuat untuk menyelingkuhi sahabat istrinya. Padahal, hubungan dengan Nita, sang istri, baik-baik saja. Tidak ada masalah serius. Hal itu jelas menimbulkan konflik dalam dirinya. Ia sangat berharap ada jawaban atas masalah yang cukup mengganggu itu.

Ati dan Bimo - seorang ibu dan anak - entah mengapa selalu saja bertengkar. Sulit bagi Bimo menjadi anak penurut di mata ibunya.

Aldo mengaku tak pernah mampu melakukan hubungan suami-istri sepanjang perkawinannya. Lalu Beni punya penyakit aneh, karena di malam hari ia sering terbangun hanya karena merasa tenggorokannya kemasukan air.

Ima, seorang guru sekolah internasional di Jakarta, pun mengeluh tentang muridnya yang super-bandel, selalu saja membangkang. “Anak ajaib” itu diyakini punya hubungan emosional dengan kehidupan Ima di masa lalu.

Masih ada ribuan kisah lain yang menyimpan masalah yang tak kunjung terpecahkan. Sering jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu justru ditemukan setelah menengok kembali kehidupan di masa lalu. Itulah inti pendekatan terapi past life regression (PLR).


Rekaman tertinggal
PLR sejatinya teknik bagi seorang psikolog atau praktisi past life untuk menuntun seseorang pada kehidupannya surut ke belakang, jauh sebelum ia dilahirkan.


Tujuannya untuk membantu seseorang mengatasi masalah, trauma, penyakit psikosomatis, dan sebagainya.

Anto misalnya, sempat melihat kehidupan masa lalunya sebagai pendeta Buddha yang tidak menikah. Ketika hendak meninggal, dia dirawat oleh keponakannya, yang dalam kehidupan kini “menjelma” jadi anak perempuannya. Anto juga melihat dirinya berada dalam kehidupan pernikahan, saat ia melihat istrinya di zaman baheula, ternyata sahabat istrinya kini. Tak heran kalau Anto lalu tertarik untuk berselingkuh.

Sedangkan Ati dan Bimo, di kehidupan lalu keduanya ternyata sama-sama pria dewasa yang pernah terlibat pertengkaran hebat. Ati bahkan sampai membunuh Bimo. Tak heran bila dalam kehidupan mereka saat ini, keduanya bagai minyak dan air, tak pernah bisa menyatu.

Lalu Beni, dalam kehidupan masa lalunya adalah anggota kelompok pemberontak terhadap pemuka agama yang dogmatis di abad pertengahan. Sebagai hukuman, ia ditenggelamkan di laut. Setelah menyadari masa lalunya, secara perlahan gangguan Aldo lenyap. Ia tak pernah terbangun lagi di malam hari. Yang menarik, Aldo ternyata seorang biarawan Katolik di Italia pada abad ke-17. Lewat terapi, ia menyadari bahwa kini ia bukan lagi biarawan. Ia orang biasa yang boleh melakukan hubungan seksual sebagaimana orang biasa.

Begitu pula Ima, dalam kehidupan masa silamnya ia pernah menyeleweng dan meninggalkan suami serta anaknya. Anak itulah yang kini jadi muridnya. “Setelah tahu, kini saya selalu menyiapkan diri agar lebih sabar menghadapi murid saya yang satu ini,” aku Ima.


Evolusi jiwa
Dua praktisi yang bermukim di Jakarta, Pamugari Widyastuti, S.Psi. dan Sumarsono Wuryadi, mengakui manjurnya terapi kembali ke masa lalu ini.


Namun, jangan salah tafsir. Terapi ini bukan untuk main-main, misalnya iseng hanya untuk melihat siapa diri kita di masa lalu, tanpa ada manfaat yang bisa dipetik.

PLR bertujuan menolong seseorang ketika masalahnya menemui jalan buntu. Hal yang sama dilakukan untuk penyembuhan penyakit. Seperti Ana yang sudah bolak-balik ke dokter untuk mengobati sakit perutnya yang tak kunjung sembuh. Ketika terapi lain dan pengobatan medis tak jua menyembuhkan, dia mencoba terapi PLR.

“PLR merupakan terapi terakhir yang harus saya ambil bila klien saya tak kunjung sembuh,” ujar Reza Gunawan, praktisi self healing dari Klinik True Nature Healing. Di luar negeri, PLR cukup akrab di kalangan dunia kedokteran. Begitu tenaga medis angkat tangan terhadap kesembuhan pasiennya, mereka segera merekomendasikannya menjalani terapi PLR.

Namun, di Indonesia PLR baru hadir dalam beberapa bulan terakhir. Beberapa tempat yang aktif memperkenalkannya antara lain Yayasan Sanjiwani dan Yayasan Anggrek. “lni awal yang baik, karena ternyata PLR bisa diterima sebagai terapi,” aku Sumarsono yang berpraktik di Klinik Seroja dan Klinik Sanjiwani, Jakarta.

Menurut Sumarsono, terapi PLR dapat digunakan untuk menghilangkan berbagai trauma kejiwaan dan penyakit psikosomatis. Di samping itu, juga bisa membantu seseorang menjadi lebih percaya diri.

Untuk dapat memahami terapi PLR, mau tidak mau kita harus juga memahami perihal reinkarnasi lebih dulu. Termasuk di dalamnya hukum sebab-akibat (karma). Diyakini bahwa jiwa (roh) kita itu kekal adanya. Ketika orang meninggal dunia, sebetulnya hanya jasadnya yang mati. Jiwanya tetap hidup dengan “pakaian” dan peran yang berbeda.

Namun, memori akan kehidupan masa terdahulu masih melekat dalam jiwa. Selain bisa berupa hobi, minat, keterampilan, dan intelektualitas, memori itu juga bisa berupa pengalaman yang menyakitkan, seperti cara meninggal secara tak terduga dan menyakitkan. Hal inilah yang menimbulkan keluhan atau penyakit yang tak terpecahkan oleh tangan dokter.

Dari sisi ini, terapi PLR punya dimensi spiritualitas yang tinggi. “Selalu ada benang merah yang menghubungkan siapa kita di masa lalu dan saat ini. Ada rangkaian proses akumulatif dari pengalaman-pengalaman terdahulu menuju pada kesempurnaan. Sadar atau tidak sadar, ada evolusi spiritual pada diri manusia.

“Pada tahap-tahap tertentu, kita seperti dibenturkan sebelum menyadari maknanya. Kita menuai apa yang kita tanam. PLR digunakan untuk melihat (masa) yang lalu dan mengoreksi diri apakah yang kita hadapi merupakan karma dulu. Kehidupan yang sekarang menyempurnakan kehidupan yang lalu,” jelas Sumarsono.

Senada dengan Sumarsono, Pamugari Widyastuti menegaskan, PLR membantu menjadikan kehidupan seseorang lebih seimbang, lebih sempurna, dan lebih bersih Kalau sudah tahu arti rangkaian hidup manusia, kita akan menjadi lebih humble dan berserah diri. Manusia memiliki higher self yang menuntut kita di dalam keterpurukan untuk mengasah jiwa,” tutur Ketua Jurusan Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta, ini.


Tanya higher self
Pamugari dan Sumarsono menggunakan teknik relaksasi, agar kliennya mudah memasuki alpha state, di mana otak dalam kondisi istirahat penuh. Saat itu, gelombang otak sangat kondusif untuk menyambung pada rekaman memori masa lampau.


“Kita minta higher self mengajak pada masa lalu yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi seseorang. Orang yang pernah belajar meditasi, reiki, dan sebagainya lebih cepat masuk dan melihatnya. Selain itu, makin muda usia prosesnya makin mudah, apalagi yang percaya pada saya. Saya bisa meregresi secara massal mahasiswa saya. Because they trust me,” aku Pamugari.

Pamugari tidak menggunakan hipnosis, karena ia ingin kliennya ingat apa yang dilihatnya di masa lalu. Ia juga menuntunnya untuk mengikuti langkah-langkah yang harus dilakukan lewat kaset. Menurut dia, dalam terapi PLR klien harus latihan sesering mungkin agar dapat menemukan jalan keluar yang tepat. Karena itu Pramugari mengharapkan, lewat kaset kliennya bisa melakukannya di rumah.

Yang dilakukan Sumarsono pun tidak jauh berbeda dengan Pamugari. Setelah relaksasi, Sumarsono mengajak kliennya untuk membuang pikiran dan merasakan proses sampai mengendap masuk ke alpha state.

“Dalam kondisi itu, roh kita yang dominan, karena raga dan pikiran sudah ‘dibuang'. Pada saat itulah higher s elf kita muncul. Tinggal tanya saja, siapa saya. Nanti, ‘kan, terjadi dialog apa yang harus kita lakukan untuk keluar dari masalah yang kita hadapi. Roh manusia diberi kemampuan oleh Tuhan untuk mengetahuinya. Kita bisa minta dibawa mundur tergantung permintaan. Bisa setiap 100 tahun, atau pada kehidupan di mana rekamannya masih terbawa hingga kini,” papar guru reiki ini.

Jika seseorang gagal, biasanya karena ia tidak berhasil masuk ke alpha state atau tahap hening. “Sebaliknya, jika berhasil memasuki taraf hening, otomatis “film”-nya cepat sekali muncul. Jangan kaget kalau ada gambar-gambar kehidupan kita yang lampau. Setiap orang tidak sama. Jangan berkomentar dulu, terima saja apa adanya. Biarkan itu mengalir.”

Bagi Sumarsono tidak semua kliennya diberi tahu ketika sedang diterapi PLR. Sebab, banyak orang belum bisa menerima dan mempercayai terapi ini, sehingga ia melakukan PLR sendiri tanpa setahu kliennya. Ia punya contoh kasus salah satu kliennya, seorang laki-laki yang kulitnya melepuh.

“Orang ini sudah berobat hingga ke Amerika Serikat. Saya pun berusaha menyembuhkannya dengan reiki dan meditasi. Karena tak kunjung sembuh, saya lakukan PLR. Saya lalu “pergi” sendiri ke alam acashic dan melihat apa yang terjadi sebelumnya pada kliennya, tanpa mengajak si klien. Ternyata di kehidupan yang lalu ia jadi jagal ayam dan kerap merebus ayam dengan air mendidih tanpa berdoa terlebih dahulu. Menghadapi kasus semacam ini, saya berdoa agar karmanya dihilangkan,” ujarnya.

Rekaman memori memang tidak akan hilang, kalau kita tidak menghapusnya. Terapi PLR merupakan salah satu cara untuk menghapus “rekaman” yang tidak dikehendaki pada jiwa manusia.


Sumber : http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0509/16/133555.htm

Dikutip dari http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=874&multi=T&hal=0

Kamis, 26 Mei 2011

Hidup Bukanlah mengenai Apa yang Terbaik atau yang Terburuk! by Steven Seagal

Hidup Bukanlah mengenai Apa yang Terbaik atau yang Terburuk! 

by Steven Seagal


Hidup Bukanlah mengenai Apa yang Terbaik
atau yang Terburuk!
Steven Seagal


Dalam sebuah wawancara dengan penulis naskah Stanley Weiser, ahli seni bela diri dan bintang film aksi Steven Seagal berbicara tentang praktek Buddhisnya selama bertahun-tahun dan guru gurunya:

Apakah Anda mengenal ajaran Buddha sewaktu Anda belajar bela diri?
Jujur saja, saya sendiri juga tidak pasti. Saya terlahir dengan kesadaran spiritual yang dalam dan selama bertahun-tahun saya mempelajari berbagai aliran. Saya pergi ke Jepang pada akhir tahun 60-an dan mulai belajar Zen. Saya mengunjungi biara-biara, belajar tentang agama Buddha dan menerima petunjuk-petunjuk spiritual. Ini merupakan awal bagi saya, jalan yang saya percayai sebagaimana seharusnya pengembangan fisik manusia melalui seni bela diri dan memoles sisi spiritual secara bersamaan.

Anda juga belajar akupuntur?
Benar. Di sanalah saya pada mulanya diperkenalkan pada Buddhisme Tibet. Ada beberapa lama yang datang dari Tibet. Mereka menderita sakit dan telah disiksa. Karena saya belajar akupuntur, saya diminta untuk mencoba menolong beberapa dari mereka, walaupun saya tidak dapat berbahasa Tibet. Kami pada akhirnya dapat berkomunikasi. Saya belajar sedikit bahasa Tibet dan menjadi sangat dekat dengan mereka.

Siapa guru utama Anda?
Pada dasarnya, bagi saya Yang Mulia Dilgo Khyentse Rinpoche adalah yang paling berpengaruh, dan sekarang saya sangat dekat dengan Minling Trichen dan Yang Mulia Penor Rinpoche.

Apakah Anda mempunyai ingatan tentang kehidupan Anda yang lampau?
Sejak pertama kali saya pergi ke India dan bermeditasi, saya ada memperoleh ingatan-ingatan yang tidak begitu jelas. Baru beberapa hari yang lalu, saya sedang duduk bersama seorang lama dan satu hal yang dikatakannya kepada saya adalah bahwa saya memiliki kesan baik yang sangat berpengaruh dari beberapa kehidupan lampau saya, dan oleh karena itu pencapaian saya akan lebih cepat terwujud dibandingkan pada kebanyakan orang lainnya.

Tentu saja, semakin lama Anda berlatih, Anda akan mampu mengembangkan beberapa jenis kemampuan. Tetapi hal-hal tersebut tidaklah penting. Apa yang penting adalah apa yang Anda perbuat dengan hidup Anda. Saya juga tidak menganggap penting mengenai siapa saya di kehidupan yang lampau; yang terpenting adalah siapa diri saya di kehidupan sekarang.

Dan apa yang saya lakukan dalam hidup ini baru layak dikatakan penting hanya jika saya bisa meringankan penderitaan orang lain, membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, melayani Buddha dan umat manusia, dan menanamkan benih bodhicitta (kondisi pikiran yang murni sebagaimana adanya) dalam hati setiap orang.

Jadi, apakah latihan Anda telah berlangsung cukup lama?
Oh, saya telah sedang melakukan meditasi secara serius dengan cara saya sendiri selama sekitar (lebih dari) dua puluh tujuh tahun.

Ketika Anda menjadi bintang film, bagaimana hal tersebut mempengaruhi ego Anda? Apakah Anda bisa lepas kendali?
Ketika saya di Jepang, orang-orang ‘mengagung-agungkan’ saya, dan alasan saya meninggalkan tempat itu adalah karena keadaan seperti itu bagaikan sebuah perangkap yang mematikan. Itulah sebabnya saya meneruskan latihan spiritual saya di Amerika. Saya pikir ‘pengagung-agungan’ seperti itu bukanlah salah satu masalah terbesar saya dalam hidup karena saya cukup beruntung telah lama memahami apa sesungguhnya suatu pujian dan kekuasaan. Menurut saya, hambatan terbesar adalah kurangnya pemahaman tentang perjalanan tersebut.

Ada satu ungkapan Buddhis yang berbunyi, “Mulailah dengan menaklukkan kekotoran batin terbesar terlebih dahulu.” Menurut Anda, apa yang menjadi kekotoran batin terbesar Anda?
Tidak benar-benar memahami perbedaan antara keinginan untuk mencapai kesempurnaan spiritual demi kebaikan semua makhluk hidup, dan untuk memuaskan diri saya! Inilah yang membuat saya bingung sewaktu saya muda dulu: saya pikir bahwa jika saya mampu memuaskan diri saya secara spiritual sampai pada pencapaian tingkat spiritual yang tinggi maka saya akan bisa melakukan hal-hal yang jauh lebih baik di dunia dan itu akan menjadi suatu hal yang baik bagi saya, dan oleh karena itu juga baik bagi semua orang yang lain. Dulu saya terlalu apatis dan bodoh untuk menyadari bahwa semua pada dasarnya adalah demi kebaikan semua makhluk hidup. Ini merupakan suatu hambatan terbesar yang pernah saya hadapi dan membuat saya sangat menderita.

Apakah Anda sering melakukan sujud?
Melakukan sujud adalah hal yang paling saya suka di dunia ini. Saat ini saya sedang mencoba menyederhanakan semua latihan-latihan pencerahan yang mungkin terlintas di benak saya, semua metodeTantra yang telah saya coba pelajari, dan saya juga mulai mencoba berkonsentrasi pada bodhicitta (kondisi pikiran yang murni sebagaimana adanya).
Saya bukanlah seorang yang suci, bukan seorang lhama yang hebat, dan saya tidak memiliki jenis latihan yang hebat. Saya hanya berusaha menerapkan latihan paling dasar bodhisattva, termasuk meditasi dan membaca paritta.

Dalam kehidupan perfilman yang sibuk, kacau, dan tidak pasti, di mana Anda bisa mendapatkan keseimbangan batin?
Ketika Anda bertanya apa yang membuat saya damai dan membantu saya melepaskan diri dari kemelekatan, mereka adalah Guru Rinpoche, Sang Buddha, dan semua pelindung.

Proyek apa yang sedang Anda kerjakan sekarang?
Saya ingin memberi makan untuk anak-anak yang menderita kelaparan dan sakit, termasuk yang mempunyai masalah dengan penglihatan mereka, di Tibet. Banyak biara-biara yang membutuhkan bantuan.

Apa yang Anda lakukan terhadap semua amarah yang tidak terkendali yang datang ketika bekerja dalam lingkungan bisnis yang saling menjatuhkan ini? Sebagai seorang Buddhis, bagaimana Anda menghadapinya?
Saya manusia-ketika terluka saya berdarah seperti layaknya orang lain. Ketika hal ini terjadi, hal yang terbaik yang dapat Anda lakukan adalah dengan membawa masalah Anda ke dalam latihan Anda. Dengan mengatasi amarah, luka, dan kemelekatan, kita menjadi lebih kuat; Anda bawa semua permasalahan tersebut ke hadapan Sang Buddha, ke hadapan para pelindung, dan sucikan pikiran Anda.

Kesan Anda di layar kaca adalah sebagai seorang laki-laki tangguh dan terhormat yang melindungi orang tidak bersalah dan membasmi para gangster, pengedar narkoba, dan teroris. Dalam karakter yang Anda perankan, Anda menggunakan kekerasan untuk mengatasi kekerasan. Ketika Anda menonton diri Anda di layar, bagaimana menyelaraskan kekerasan tersebut dengan gaya hidup dari seseorang yang mempraktekkan belaskasih dan ketiadaan kekerasan?
Saya pikir hal tersebut tidak ada hubungannya dengan hal yang lain. Saya menganggap bahwa seni mencontoh dari kehidupan dan manfaatnya seharusnya adalah menjadi suatu penafsiran yang sempurna dan tepat tentang jalan hidup yang sebenarnya, dalam segala hal yang muncul darinya. Saya adalah seorang artis yang berusaha untuk menyempurnakan keahliannya, tetapi pada saat yang sama saya memang sadar dengan adanya kekerasan tersebut. Saya berada dalam kontrak dengan Warner Brothers yang tidak bisa saya lepaskan, dan apa yang mereka inginkan dari saya adalah film yang menunjukkan aksi dari seorang pria. Sekarang setelah saya keluar dari keadaan itu, maka saya lebih bisa memerankan jenis film yang benar-benar saya inginkan, yang tentunya berkaitan dengan spiritual pada dasarnya dan yang akan membimbing orang menuju perenungan dan memberi mereka kegembiraan.

Oke, pertanyaan terakhir. Dengan menyadari ketidakterpisahan dari samsara dan nibbana, apa yang akan Anda katakan tentang hal terbaik dari seorang Steven Seagal?
Anda tahu, bisa dikatakan bahwa saya dibesarkan dalam Zen dan saya tidak memandang hidup saya sebagai yang terbaik ataupun yang terburuk.

Saya bertanya dari sudut pandang yang lain.
Hal yang paling saya syukuri adalah para guru yang telah memperbolehkan saya untuk mendapatkan sedikit pengetahuan dan kebijaksanaan yang sekarang membuat saya tetap bernapas. Saya bersyukur atas kemampuan yang saya miliki di depan layar untuk membawa kebahagiaan dan kegembiraan bagi orang-orang dan atas kemampuan yang akan saya miliki yang semoga saja bisa mendorong orang untuk merenung. Mengenai hal yang terburuk, saya menganggap musuh dan penderitaan saya yang terbesar sebagai guru terhebat saya, jadi sisi lain dari unsur negatif ini.


Copyright © 2004 Shambhala Sun Magazine
Sumber: How to Develop Happiness in Daily Living
Penerbit : Bodhi Buddhist Centre Indonesia, Medan

Rabu, 25 Mei 2011

Jika dunia ini segalanya Tuhan yang menentukan....

Jika dunia ini segalanya Tuhan yang menentukan....




Renungan Puisi from Sefung

jika dunia ini segalanya tuhan yg menentukan
mungkin aku sebagai manusia
tidak perlu lelah merencanakan ini semua

biarpun direncanakan ataupun tidak direncanakan
semuanya dari awal sudah ditentukan

jika kebahagian dan penderitaan merupakan suatu kehendak
aku tidak akan perlu mencari lg dimana sumber kebahagian
yg bisa kuperoleh di dunia ini utk mengakhiri penderitaan
karena iman yg buta...

manusia tidak mau menerima suatu bukti kebenaran
maka selamanya dia akan terbelenggu oleh kebodohannya sendiri...

bila ia hanya percaya apa yg ia dengar dan ia baca
siang dan malam aku merenung
kenapa aku ada di dunia ini..

semuanya hanya menjawab karena aku adalah ciptaan tuhan.
jika manusia adalah ciptaanya

kenapa begitu byk belenggu penderitaan, kemiskinan, dan kebodohan...
aku bertanya tanya tapi tidak menemukan jawaban itu..

semua hanya bisa menjawab itulah cobaan....
atas dasar apa tuhan menguji dan mencobai manusia ?

apa karena ketidak tahuan tuhan itu.
waktu berlalu berkalpa-kalpa
dan saat ini aku menemukan jawabanya...

jika bukan karena Buddha
mungkin aku disini akan duduk pasrah menerima semua kehendak
tanpa perlu mencari penyebabnya
baik kebahagiaan ataupun penderitaan

jika itu adalah kehendak....
mungkin manusia yg terlahir sengsara
dikarenakan segala penderitaan
akan berkata tuhan adalah sumber malapetaka bagi mereka
karena sabda Buddha ada sekarang
membuat pikiran ini terbuka untuk melangkah
dihari depan yg lebih baik

terimakasih Buddha....
Engkaulah Guruku

Minggu, 02 Januari 2011

Mengapa Aku Memilih Agama Budha

Mengapa Aku Memilih Agama Budha

Oleh Deva19 (inisial)


Setelah aku mempelajari agama Islam, kristen, Hindu, dan Budha, maka Pencerahan Tertinggi yang bisa aku dapatkan terdapat di dalam ajaran Agama Budha.

Semua agama mengajarkan pentingnya menahan nafsu amarah. Tetapi tidak ada agama yang bisa menjelaskan bagaimana cara sistematis untuk menghancurkan sifat marah dalam hati, selain dari Agama Budha. Semua agama yang lain memerintahkan manusia untuk manahan amarah, sedangkan agama Budha tidak hanya memerintahkan menahan amarah, melainkan juga “melihat” amarah.

Dalam semua Agama lain, hidup berpusat pada Tuhan sebagai tujuan hidup dan kebahagiaan tertinggi. Tetapi, Tuhan adalah merupakan sosok yang gaib, misteri dan tidak akan pernah terjangkau oleh akal ataupun kesadaran. Tidak ada yang dapat berkomunikasi dengan tuhan, kecuali para nabi atau orang yang dipilih oleh tuhan itu sendiri. Sedangkan dalam Agama Budha, hidup berpusat kepada nibbana sebagai tujuan hidup dan pencapai kebahagiaan tertinggi. Sedangkan Nibbana ini merupakan sesuatu yang dapat direalisasi, bukan sosok misteri yang tidak dapat dijangkau oleh batin manusia. Dan ada cara sistematis untuk mencapainya. Semua orang dipersilahkan untuk mencapainya.

Dalam semua Agama dikisahkan tentang surga dan neraka. Tetapi semua kisah tersebut dikisahkan oleh Tuhan, dan tidak ada petunjuk, bagaimana agar manusia dapat melihatnya sendiri. Tetapi dalam Agama Budha, semua ajarannya adalah bersifat ehipasiko.

Dalam setiap Agama terdapat banyak sekte, aliran atau mazhab. Demikian juga dalam agama Buddha. Aku mendalami semua mazhab berbagai agama, tetapi pencerahan terbaik hanya aku dapatkan dalam mazhab Theravada, sebagai salah satu mazhab agama Budha. Dan jalan keluar dari kenbingunan terhadap banyaknya mazhab agama di dunia tersebut telah dijawab oleh sang Budha dengan sangar jelas dan rinci di dalam Sutta Kallama.

Dengan mendalami Agama Buddha, saya memahami kebenaran yang sesungguhnya dari kalimat-kalimat yang terdapat di dalam kitab-kitab agama lain. Sebelum mendalami agama Buddha, ajaran-ajaran agama lain itu serasa membingungkan buat saya.

Perdebatan dan perbedaan faham terjadi di semua umat beragama. Demikian pula diantara umat agama Budha. Dalam Islam, sunni dengan syiah senantiasa berdebat tentang ushuludin, perdebatan yang tidak berujung dan tidak berdampak pada perkembangan moral. Dalam kristenn, kelompok penganut Trinitas dengan Arinaism senantiasa berdebat, tanpa berujung pada berkembangnya kesucian. Tetapi di dalam umat Budha, perdebatan yang terjadi umumnya mengarah kepada terbentuknya pengetahuan tentang bagaimana mencapai kesucian. Perdebatan yang dianggap tidak membangun pengetahuan tentang pencapaian kesucian dianggap tidak bermanfaat oleh mayoritas umat Budhis, sehingga meminimalisir kemungkinan terjadi perdebatan yang tidak berguna secara berlarut-larut. Saya pikir, mayoritas umat budhis lebih toleran terhadap perbedaan. Setidaknya, jika ada umat yang memiliki keyakinan yang menyimpang dari Agama Buddha, tidak sampai dipenjara atau dipenggal kepala.

Dalam semua agama diberitakan tentang pentingnya mencapai kesucian. Tetapi hanya Agama Buddha yang dapat memberi penjelasan yang sangat jelas tentang bentuk-bentuk kesucian dan cara terperinci untuk mencapai kesucian.

Agama Buddha adalah satu-satunya Agama yang dapat menjawab tuntutan kebutuhan akal. Sebab semua ajarannya berdasarkan pembuktian secara langsung oleh setiap individu, bukan sesuatu yang umat wajib percaya begitu saja.

Hanya umat Buddha yang berkata kepada saya, “Jadilah seorang Buddhis, tanpa harus meninggalkan agama anda sebelumnya.” Tidak ada pemuka agama lain atau umat agama lain yang dapat berkata demikian. Umat yang lain senantiasa berkata, “tinggalkan agama lamamu sepenuhnya, untuk memeluk agama yang ini.” Hanya umat Buddha yang dapat memahami bahwa Agama bukanlah suatu label.

Dalam semua agama terdapat praktik meditasi, yang serupa dengan meditasi samatha di dalam Agama Buddha, tetapi praktik meditasi vippasana yang tersebar diantara umat Buddha, yang merupakan ajaran dari Agama Buddha, merupakan praktik meditasi yang tidak ada duanya, tidak ada padanannya di dalam agama lain.

Kebahagiaan hidupku dibangun oleh ajaran sang Buddha, kesehatan dan kekuatan tubuh-batinku dibangun melalui praktik meditasi samatha-vippasana, bagaimana mungkin aku tidak memilih agama Buddha sebagai agamaku? Itulah satu-satunya jalan bagiku untuk mencapai kebahagiaan hidup, dan tidak kulihat jalan lainnya.

Hanya sedikit yang menjadi ganjalan. Setelah membaca naskah-naskah Buddhisme, saya menemukan banyak fakta kebenaran yang tidak difahami oleh umat Buddhis itu sendiri. Saya sangat mengharapkan ada beberapa orang yang umat Buddhis yang memahami fakta kebenaran, sehingga dapat menguatkan tekad saya untuk bergabung dengan komunitas Budhis. Tetapi, saya tidak dapat mengemukakan apa saja fakta-fakta tersebut, karena akan sulit terjangkau oleh nalar umat Buddhis. Dari pada menimbulkan pertentangan, lebih baik saya menyimpannya untuk diri saya sendiri. Tapi saya bertekad, jika suatu waktu ada seorang Buddhis, seorang umat biasa ataupun Bikkhu yang dapat menjelaskan fakta-fakta kebenaran yang tersembunyi dari ajaran Sang Buddha, maka pada saat itulah saya akan bergabung dengan komunitas umat Buddhis.

=======================================================

selama agama hanya menjadi bahan perdebatan, maka ia tidak akan berbuah kesucian. selama tidak berbuah kesucian, maka tidak akan berbuah pengetahuan sejati, selama tidak berbuah kepada kesucian sejati, maka tidak ada kebijaksanaan, selama tidak ada kebijaksanaan, tidak ada kebahagiaan. selama tidak ada kebahagiaan, maka tidak ada kebenaran.

tidak agama yang terlihat benar, selama agama hanya diperdebatkan. jika agama hanya menjadi bahan renungan, maka semua agama salah. Agama bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk dipraktikan. ajaran yang harus dipraktikan adalah yang berbuah kesucian.

di dalam agama budha atau agama lainnya, selalu ada penyimpangan-penyimpangan ajaran. tetapi bila ada satu saja yang dapat memberi penjelasan dengan benar, berarti agama yang benar telah ditemukan.

seorang ulama syiah memang merupakan pakar fisika, kimia, biologi, astronomi, dll, mereka dapat menunjukan jalan bagi manusia untuk mencapai suatu kondisi batin yang tinggi. akan tetapi apa arti semua itu, bila batin saya tidak dapat berkembang dengan ajaran mereka. dan bila batin saya bisa berkembang melalui ajaran budha, berarti ajaran budha itulah jalan satu-satunya yang harus saya tempuh.

seorang ulama syiah pernah berkata kepada saya, "tinggalkanlah semua ajaran budha yang selama ini kau yakini dan kau praktikan, sesungguhnya ajaran Islam sudah mencakup segala kebenaran yang diajarkan oleh sang Budha."

saya menjawab,"lebih baik Habib ajarkan saja dulu ilmu habib kepada saya. kalau sudah terasa atau terlihat oleh saya bahwa memang ajaran Habib mencakup semua ajaran sang Budha, tentulah saya tidak perlu lagi datang ke vihara untuk belajar kepada seorang bikhu."

tetapi 7 tahun sudah berlalu, Habib tersebut belum pula mengajarkan apapun pada saya. 

===================================================

saya tidak mempelajari agama budha sejak 7 tahun lalu. itu tadi saya agak ceroboh menulisnya. sebenarnya saya baru mempelajarinya sejak tahun 2004, secara sekilas-sekilas dengn mendengarkan uraian dhamma di televisi. pada tahun 2005 atau 2006, saya mulai membaca-baca artikel budhis di internet. tahun 2007, saya baru benar-benar tertarik dengan agama budha, dan mulai membeli buku-buku budhis.

adapun sebelum tahun 2004, yaitu sejak saya kecil, saya sudah terbiasa bermeditasi. tidak ada orang yang mengajarkan. tetapi saya seperti terdorong secara insting saja untuk bermeditasi. tangan saya seringkali seperti digerakan oleh suatu energi yang memaksa saya untuk menyatukan kedua telapak tangan (posisi sembah) dan menegakan punggung. waktu itu saya tidak tahu menahu soal budhis atau ajran agama lainnya. pengalaman-pengalaman saya dalam mditasi, melahirkan pemahaman-pemahaman yang menrutu Habib syiah itu merupakan faham agama Budha. jadi, kalau dihitung dari masa ketika saya berbicara ke Habib, itu kira-kira memang ada 7 tahun yang lalu.


Sumber: http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=13934.0