Sabtu, 04 Juni 2011


Fenomena Hubungan Karma, Dituturkan oleh Ir Ariya Chandra


Fenomena Hubungan Karma
Dituturkan oleh Ir Ariya Chandra


Banyak kejadian di dunia ini yang sepintas lalu dilihat sebagai kejadian yang kebetulan saja terjadi, namun bila beberapa kejadian yang sama terjadi berulang-ulang kita tidak dapat lagi mengatakan bahwa kejadian tersebut sebagai kejadian yang kebetulan belaka. Menurut Hukum Karma, tidak ada kejadian yang terjadi secara kebetulan. Semua peristiwa dapat timbul karena ada sebab sebelumnya dan menimbulkan akibat sesudahnya. Namun banyak orang yang meragukan hal ini. Saya telah mengalami banyak kejadian tersebut, beberapa diantaranya akan saya kisahkan di bawah ini.

Ibu Muladewi adalah salah seorang upasika angkatan pertama di Bogor. Beberapa tahun yang lalu beliau jatuh sakit dan dokter menasehatinya untuk melakukan tindakan operasi. Saya bersama isteri mengunjunginya di Rumah Sakit Mitra Keluarga Jatinegara. Pada waktu kunjungan tersebut saya menawarkan beliau untuk mengundang bhikkhu membacakan paritat sebelum operasi esok harinya. Beliau yang tingak di Bogor, tidak tahu harus mengundang bhikkhu yang mana. Saya mengatakan akan menjemput bhikkhu siapa saja yang ada di Vihara Dhammacakka, Sunter. Pada waktu itu secara kebetulan Bhante Khantidaro, yang dahulunya bernama Djamal Bakir, baru saja tiba dari kota Malang. Beliau setuju saja untuk membacakan paritta bagi Ibu Muladewi. Pertemuan kedua orang itu adalah pertemuan di antara dua sahabat yang telah lama berpisah. Mereka telah bersahabat sejak tahun enam puluhan. Pertemuan orang itu mungkin hanya kebetulan semata.

Untuk kedua kalinya ibu Muladewi kembali sakit. Kali ini beliau dirawat di Rumah Sakit MMC, juga untuk keperluan operasi. Saya kembali menawarkan untuk mengundang bhikkhu membacakan paritta. Secara kebetulan pula Bhante Khantidharo, yang tinggal di kota Malang baru saja tiba. Pertemuan kedua kalinya ini membawa surprise. Apakah kedua orang itu, dari dua kota yang berjauhan, hanya secara kebetulan saja bertemu di rumah sakit untuk keperluan membaca paritta? Saya pikir, pasti ada hubungan karma di antara mereka.

Setelah mengalami sakit yang cukup lama, Ibu Muladewi kembali dirawat di rumah sakit Azra, Bogor. Kami sering mengunjunginya di rumah sakit untuk membacakan Paritta. Suatu hari, sekitar pukul tujuh pagi saya menerima telephone dari dokter Andri, anak Ibu Muladewi. Ia terkejut seewaktu saya menjawab telephone. Ia mengatakan bahwa secara tidak sengaja ia telah menekan telephone genggamnya, padahal ia bermaksud untuk menelephone kawannya. Pada waktu menerima telephone dari dr. Andri, saya juga terkejut. Saya berpikir, jangan-jangan terjadi apa-apa mengenai ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya baik-baik saja. Demikian juga pada waktu saya tanyakan, apakah ada pesan dari ibunya, ia mengatakan tidak ada. Namun dalam hati saya sedikit kuatir. Saya katakan pada isteri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelephone saya sekali lagi bila ada pesan khusus.

Benar saja, tidak lama kemudian dr. Andri secara tidak sengaja kembali menelephone saya. Ia mengatakan bahwa ia menekan nomor telephone kawannya, namun kembali tersambung ke rumah saya. Kembali saya katakan kepada dr. Andri, kalau-kalau ia ingat ibunya pernah menitipkan pesan untuk isteri saya. Ibunya dengan isteri saya memnpunyai hubungan yang akrab, bagaikan ibu dengan anak. Saya katakan juga supaya ia jangan ragu-ragu untuk menyampaikannya. Ia kembali mengatakan tidak ada. Sesungguhnya ia memang tidak membawa pesan apa-apa dari ibunya. Namun saya katakan kepada isteri saya bahwa dr. Andri pasti akan menelephone kami lagi kalau ada hal yang penting. Beberapa jam kemudian, saya kembali menerima telephone tidak sengaja dari dr. Andri. Ia mengatakan bawha ia telah melakukan beberapa pembicaraan telephone dengan kawannya dan secara tidak sengaja telephone genggamnya kembali tersambung ke rumah saya. Saya kembali menanyakan apakah kali ini ia ingat akan pesan dari ibunya. Ia mengatakan bahwa ibunya memang tidak menyampaikan pesan apa-apa dan keadaannya memang tidak sebaik sebelumnya.

Setelah menerima tiga kali telephone tidak disengaja, kami berpikir barangkali ada pesan penting yang berselubung untuk kami. Oleh karenanya, kami langsung berangkat ke Bogor untuk menjenguk ibu Muladewi. Ternyata keadaan ibu Muladewi memburuk. Kami segera membacakan paritta. Itulah pertemuan kami yang terakhir. Tak lama kemudian ibu Muladewi menghembuskan napasnya yang terakhir. Apakah tiga kali telephone tidak sengaja dari dr. Andri hanya kebetulan semata? Saya pikir pasti ada sesuatu yang menghubungkan peristiwa itu dengan pertemuan kami yang terakhir dan wafatnya ibu Muladewi.

Romo pandita Widyadharma adalah guru Dhamma saya yang pertama. Saya mengenalnya melakukan anaknya yang sekelas dengan adik saya. Saya kemudian mengikuti kursus Buddha Dhamma yang diajarkannya secara sistematik dan dilanjutkan dengan pelatihan berkhotbah. Saya selalu mengikutinya sewaktu beliau berkhotbah di vihara-vihara atau cetiya-cetiya. Bila ada bhikkhu yang berkhotbah, misalnya di rumah duka, beliau menguraikannya dan menjelaskannya khotbah itu dengan saya. Ada satu hal yang tidak saya lupakan, yaitu beliau pernah mengatakan bahwa di negara Buddhis, bila seseorang meninggal atau akan meninggal, maka dibacakanlah Maha Satipatthana Sutta untuk kebahagiannya. Saya pernah ragu-ragu terhadap hal ini karena Maha Satipatthana Sutta adalah sutta yang panjang. Namun hal ini saya ingat terus sampai saatnya beliau meninggal dunia. Pada waktu para bhikkhu membacakan paritta, saya teringat perkataan beliau. Saya perhatikan terus paritta yang dibacakan oleh para bhikkhu, barangkali ada yang membacakan Maha Satipatthana Sutta. Ternyata tidak ada! Hati saya sedikit kecewa. Namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata Bhante Khantidharo mengkhotbahkan seluruh isi Maha Satipatthana Sutta! Apakah kedatangan Bhante Khantidharo dari kota Malang hanya kebetulan belaka? Apakah isi khotbah Bhante juga kebetulan juga? Siapakah yang memberitahukan Bhante Khantidharo agar berkhotbah tentang Maha Satipatthana Sutta? Mereka adalah sahabat sejak puluhan tahun yang lalu! Saya yakin pasti ada hubungan karma di antara keduannya!

Bila kita mempelajari Hukum Karma dan kemudian memperhatikan kejadian-kejadian penting dalam perjalanan hidup, kita akan mengalami kebenaran dari Hukum Karma ini. Setiap perkataan dan setiap janji pasti akan berbuah! Dan, itu bukanlah kebetulan. Setiap kejadian pada saat ini pasti ada hubungannya dengan perbuatan di masa lalu!

(Dikutip dari buku Melangkah dalam Dhamma, Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta, 2001)

Jumat, 03 Juni 2011

Meditasi Turunkan Tensi


Meditasi Turunkan Tensi




Meditasi Turunkan Tensi

Saat masih menjadi pelajar SMA, Nick Fitts termasuk orang yang punya beban banyak di pundaknya. Ia harus menjalani dua pekerjaan paruh waktu. Padahal, ia tak punya kendaraan. Ditambah, permasalahan hubungan dengan ibunya. Semua tekanan itu bisa meningkatkan tekanan darahnya dan membuatnya berisiko menderita hipertensi.

Ketika sebuah sekolah tinggi menawarinya untuk bergabung dengan kelompok meditasi, awalnya ia cuek saja. Bahkan, ia sempat beranggapan kalau kegiatan itu hanya membuang waktu. Namun, begitu ia bergabung, ia langsung merasakan keuntungannya. "Meditasi dapat membuat hati saya tenang dan pikiran saya jadi lebih jernih dalam memecahkan suatu masalah," aku Fitts yang saat ini kuliah di jurusan keperawatan  University of South Carolina, Aiken.

Studi yang dilakukan pada kelompok ini menunjukkan, meditasi dapat menurunkan tekanan darah. Para pelajar menjalani meditasi dua kali sehari, masing-masing 15 menit. Satu sesi meditasi dilakukan di rumah, satu sesi lagi di sekolah. "Hasilnya, tekanan darah mereka turun setelah empat bulan rutin melakukan meditasi tersebut," ungkap seorang peneliti.

Setidaknya ada 5.000 pelajar yang dilibatkan dalam studi ini. Dan sekitar 156 pelajar mengalami tekanan darah tinggi. Separo dari kelompok itu menjalani sesi meditasi, sedangkan separonya hanya mendapat pelajaran kesehatan. Semua pelajar itu dipantau tekanan darahnya 24 jam setiap hari. Menurut studi tersebut, kelompok yang tidak mendapat sesi meditasi, tekanan darahnya tidak mengalami penurunan. Beda dengan yang menjalani meditasi.

Saat ini, satu dari empat orang dewasa diduga menderita hipertensi. Suatu penyakit yang merupakan faktor risiko untuk serangan jantung dan stroke. Jadi, bila sejak remaja sudah punya bakat tekanan darah tinggi, kemungkinan dewasanya kelak risikonya lebih tinggi untuk menderita penyakit hipertensi kronik. "Saat ini hipertensi tak lagi diderita orang dewasa," kata Vernon Barnes, ketua peneliti yang juga ahli fisiologi Medical College itu.

Selama ini, beberapa hal yang diketahui untuk menurunkan tekanan darah adalah olahraga rutin, pola makan sehat dan obat-obatan teratur. Ternyata, dari studi ini, terlihat bahwa meditasi pun bisa menjadi faktor yang dapat membantu menurunkan tekanan darah. "Selain melakukan kegiatan-kegiatan itu, tak ada salahnya bila sejak dini kita rutin memeriksakan tekanan darahnya," pesan dr Elizabeth Ofili, kepala bagian kardiologi di Morehouse School of Medicine, Atlanta.

Selain menurunkan tekanan darah, meditasi pada pelajar juga dapat menurunkan angka kenakalan remaja. Seperti membolos, melanggar peraturan sekolah maupun menyerang siswa lain dibanding pelajar yang tidak menjalani meditasi. "Jadi, meditasi sangat efektif bagi pelajar. Selain untuk kesehatan juga untuk pendidikan. Mungkin kelak hal ini bisa dimasukkan dalam program sekolah," kata Barnes. (tha/ap)

Sumber : Jawa Pos, Jumat, 09 Apr 2004

Kamis, 02 Juni 2011

KANKER ITU LENYAP Oleh Erlina Kang


KANKER ITU LENYAP Oleh Erlina Kang


KANKER ITU LENYAP
Oleh Erlina Kang


Bagi kalangan umat Buddha di Bali, nama Ibu Erlina Kang Adiguna tentunya tidak asing lagi. Di samping aktif melakukan berbagai kegiatan di Vihara Buddha Sakyamuni, beliau juga sibuk mengelola usaha garmennya, "Mama & Leon". Kesuksesan beliau dalam dunia usaha bukan muncul begitu saja, tapi berkat usahanya yang gigih dan pantang menyerah.

Ibu Erlina dilahirkan dalam sebuah keluarga yang cukup mampu di Baturiti, Bedugul,Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Sekarang beliau hidup bahagia bersama suami dan kelima anak, tiga putera dan tiga puterinya. Beliau pernah menderita sakit kanker yang sudah cukup parah dan harus dioperasi, tetapi dengan keyakinannya yang amat besar terhadap Sang Tri Ratna dan tekadnya yang kuat untuk menjadi abdi siswa Sang Bhagava, serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh beliau dinyatakan sembuh tanpa melalui operasi.

Inilah kisah sejati beliau yang berjuang dengan gigih untuk mengatasi sakit kanker yang dideritanya.

Awal Mulanya
Pada suatu hari di akhir tahun 1992, saya mendadak mengalami perdarahan yang serius, padahal saya telah menopause sejak dari tahun 1984. Setelah saya periksakan ke dokter di Bali, dokter itu mengatakan ada gejala benjolan di rahim saya, setelah beberapa kali saya berobat ke rumah sakit, saya kemudian tidak memperhatikannya dengan serius.

Pada tahun 1993 saya kembali mengalami sakit perut di sebelah kiri, yang terasa sakit apabila saya jongkok dan sulit untuk berdiri kembali. Akhirnya saya berangkat ke Singapura, bertemu dengan Dokter Wong, di salah satu rumah sakit di sana. Ternyata setelah diperiksa dokter mengatakan saya menderita kanker rahim, hampir stadium tiga. Saya sangat kaget, dokter lalu menganjurkan beberapa saran pengobatan, karena benjolan yang saya derita cukup besar: Sampai pada pemeriksaan yang ketiga kalinya saat saya berobat ke Singapura, Dokter Wong tetap menganjurkan saya untuk segera dioperasi saja.

Akhirnya saya nekat memutuskan untuk tidak mau dioperasi, saya pulang ke Indonesia, dan saya ingin tahu bagaimana risiko kalau orang yang kena kanker itu dikemoterapi. Saya mengunjungi Rumah Sakit Kanker di Jakarta, tidak terbayangkan bahwa penyakit yang saya derita itu sangat mengerikan, setelah saya melihat kenyataan ini, saya memutuskan untuk tidak dioperasi, tidak dikemoterapi, juga tidak makan obat. Saya siap menghadapi kenyataan ini.

Karena pada masa-masa tahun 1994 itu saya banyak sekali memiliki kegiatan dalam pengembangan Dhamma, saya melupakan sakit saya dan tidak henti-hentinya saya melakukan kebajikan dan belajar meditasi, serta mempelajari Dhamma, Ajaran Sang Buddha secara lebih mendalam, untuk menguatkan keyakinan saya bahwa Sang Tri Ratna pasti akan memberikan jalan yang terbaik bagi saya karena saya tidak percaya bisa terkena penyakit kanker, karena dalam keturunan keluarga saya tidak ada yang sakit kanker.

Pada suatu hari saya mendapat telpon dari Dokter Wong, yang mengharuskan saya untuk segera dioperasi, namun saya sudah memutuskan untuk berjuang dengan cara saya sendiri. Sakit saya semakin hari semakin bertambah, muka saya semakin pucat, perut saya semakin kaku, keluarga saya tidak tahu sama sekali, termasuk suami saya.

Kesembuhan

Pada suatu hari saya memutuskan akan bermeditasi secara kontinyu, terus-menerus selama 40 hari, setiap pagi dan sore hari. Saya tidak tahu mengapa saya mempunyai keputusan untuk bermeditasi selama 40 hari. Setiap hari saya membacakan Paritta lengkap mulai dari Namakara Gatha, Karaniya Metta Sutta, Saccakiriya Gatha dan seterusnya sampai diakhiri dengan Ettavatta. Setelah selesai membacakan Paritta Suci, saya selalu meminum tiga cangkir air yang saya persembahkan di Altar. Saya selalu berdoa,mengucapkan kata-kata yang sama, memohon untuk diberkahi jalan yang terbaik, mengucapkan janji dan tekad saya. Dan pada saat saya meminum air, saya selalu berdoa seperti ini:

1. Pertama-tama saya ambil cangkir yang di tengah, saya berdoa di hadapan Sang Bhagava, kalau memang saya harus menghadapi kematian, saya mohon Sang Bhagava memberikan jalan yang terbaik.
2. Lalu saya ambil cangkir air yang di sebelah kiri, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan bersungguh-sungguh mendalami dan menjalankan Dhamma, Ajaran Sang Bhagava dengan baik.
3. Yang terakhir, saya mengambil cangkir yang di sebelah kanan, saya berdoa; Sang Bhagava kalau saya kini diberi kesempatan untuk tetap hidup, saya akan mengabdi menjadi siswa Sang Bhagava.

Setiap hari dengan tekun saya membaca Paritta Suci, bermeditasi dan berdoa dengan sungguh-sungguh.

Hingga pada hari yang ke-35, biasanya saya dari duduk untuk berdiri saja sulit, saya harus memegangi perut di sebelah kiri, baru saya bisa berdiri. Tetapi pada hari itu, pada saat bermeditasi saya mendengar sepertinya ada orang yang masuk ke dalam ruangan saya bermeditasi, seperti ada suara injakan kakinya yang sangat keras, dan sepertinya duduk di sebelah saya, suara nafasnya keras sekali, saya benar-benar takut tetapi saya tidak berani membuka mata, saya takut kalau saya sampai melihat orang itu. Beberapa menit kemudian saya mendengar orang itu meninggalkan tempat dan perlahan-lahan saya membuka mata, ternyata orang itu sudah tidak ada lagi. Saya lupa bagaimana caranya saya berdiri pada saat itu, saya lalu ke dapur dan setelah minum saya baru sadar bagaimana ya caranya saya bangun. Saya mencoba kembali duduk dan bangun kembali, saya bisa melakukannya, rasa sakit itu hilang. Saya terus melakukan meditasi selama 40 hari, di dalam hati saya berjanji akan melakukan kebajikan terus menerus dan saya selalu merasa berbahagia, dan saya tidak tahu mengapa, apa saya sudah lupa bahwa saya akan mati.

Sejak hari ke-35 itu, saya selalu bermimpi yang aneh-aneh, tetapi di dalam mimpi saya selalu berhubungan dengan para Bhikku. Di dalam mimpi itu saya naik gunung, sampai di puncak gunung saya terperosok masuk lumpur, dan saya mengucapkan "Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa" ke hadapan Sang Bhagava, dan di bawah gunung, puluhan para Bhikkhu memanggil-manggil nama saya, mendadak ada air bah yang mendorong saya sehingga saya sampai di bawah, saya diberi bungkusan oleh salah seorang Bhikkhu.

Banyak teman-teman saya selalu memimpikan saya selalu bersama para Dewa, dan keajaiban terakhir yang saya dapatkan adalah telepon dari Dokter Wong yang menanyakan keadaan saya, dokter itu menyarankan agar saya mengambil keputusan untuk dioperasi, tetapi rasa sakit di perut saya sudah berkurang, akhirnya saya putuskan untuk memeriksakan kembali penyakit saya di Singapura.

Pada tanggal 20 Februari 1995 saya berangkat bersama suami saya menuju Singapura. Namun ada satu keanehan, sejak saya berangkat ke Airport, saya merasa sangat mengantuk, begitu naik pesawat terbang saya minta kepada suami saya untuk jangan membangunkan pada saat dibagikan makanan. Begitu tidur, saya bermimpi dari Bali ke Singapura saya berjalan di atas lautan, dan di pinggir banyak sekali para Bhikkhu yang berdiri di atas lautan. Begitu mendarat di Singapura, saya dibangunkan dan saya bertanya, saya jalan apa naik pesawat, suami saya menjawab sedikit sewot, tentu saja naik pesawat masak jalan kaki katanya. Tetapi pada  sore hari itu saya memutuskan, untuk bertemu dokter esok hari saja.

Pada pagi hari tanggal 22 Februari 1995 saya diperiksa oleh dokter, berkali-kali saya disuruh minum air dan diperiksa berkali-kali, sepertinya dokter itu bingung, komputernya dicek, diperiksa kalau-kalau rusak. Lalu dilihat lagi hasil-hasil pemeriksaan yang dulu; saya diperiksa lagi, kemudian saya dikirim ke Rumah Sakit lain untuk diperiksa lagi oleh satu tim dokter yang terdiri dari 5 orang dokter ahli, memeriksa saya berulang kali, sampai saya teler, kecapaian diperiksa bolak-balik, setelah itu dokter menyatakan sakit kanker saya tidak bisa ditemukan, hanya ada tanda seperti petikan buah anggur. Saya dikembalikan lagi ke Dokter Wong, beliau tidak memeriksa lagi hanya bertanya, agama saya apa, saya bengong, beliau hanya mengucapkan Amitabha dan menyuruh saya berdoa ke Vihara. Saya terkejut dan sungguh bahagia, saya bisa sembuh dari penyakit kanker, tanpa melalui operasi.

Inilah berkah Sang Buddha yang demikian besar kepada saya, sehingga saya benar-benar percaya bahwa karma itu bisa dirubah dengan cara melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh.

Karena itu tumbuhkanlah keyakinan yang kuat kepada Sang Tri Ratna, menjadi siswa Sang Buddha yang baik, melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan sungguh-sungguh, perbanyaklah perbuatan bajik, sucikanlah  pikiran.

Saya telah berusaha menjalankan segala kebajikan, dengan materi yang saya miliki, saya pergunakan sebaik-baiknya di dunia ini, agar ada kenangan yang berarti untuk menuju kehidupan yang akan datang.

Semoga pengalaman saya ini menjadi kesaksian nyata untuk dijadikan cermin bagi saudara-saudara se-Dhamma, di dalam memperoleh kebahagiaan dengan melaksanakan Ajaran Sang Guru Agung kita, Sang Buddha Yang Maha Sempurna. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata.

Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu...sadhu...sadhu.

Erlina Kang Adiguna

Denpasar, Bali.

Biodata
Nama : Erlina Kang
Tempat/tanggal lahir : Baturiti, Juli 1944
Alamat : Jln. Gunung Lawu Denpasar
Nama Suami : Putu Adiguna
Nama Anak : Liliek Herawati, Putu Agus Antara, Arief Wijaya, Yuliana Kanaya, Cahyadi Adiguna
Jabatan/kegiatan lainnya : 

1. Penasehat Forum Ibu-ibu Buddhis
2. Ketua Umum Yayasan Kertha Yadnya
3. Pelindung di Vihara Buddha Sakyamuni
4. Ketua Kehormatan di Vihara Buddha Guna Nusa Dua

Sumber: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=164&multi=T&hal=0

Rabu, 01 Juni 2011

Meditasi Mampu Mendukung Aktivitas Otak (Meditasi Buddhis Mampu Menghasilkan Perubahan-Perubahan Yang Menetap Pada Otak)


Meditasi Mampu Mendukung Aktivitas Otak (Meditasi Buddhis Mampu Menghasilkan Perubahan-Perubahan Yang Menetap Pada Otak)




Meditasi Mampu Mendukung Aktivitas Otak

Meditasi Buddhis Mampu Menghasilkan
Perubahan-Perubahan Yang Menetap Pada Otak
Oleh : Jennifer Warner



Diulas oleh Brunilda Nazario, MD
10 November 2004
WebMD Medical News

Meditasi tidak hanya menghasilkan efek yang menenangkan, tetapi, penelitian baru menunjukkan bahwa praktek meditasi Buddhis dapat menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di otak.

Para peneliti menemukan bahwa para bhikkhu yang telah bertahun-tahun melakukan latihan meditasi Buddhis, menunjukkan aktivitas otak di daerah yang berhubungan dengan pengetahuan dan kebahagiaan jauh lebih besar daripada mereka yang belum pernah mempraktekkan meditasi.

Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa latihan mental jangka panjang, seperti halnya meditasi Buddhis, dapat mendorong perubahan-perubahan jangka pendek dan panjang dalam aktivitas dan fungsi otak.

Meditasi Buddhis Dapat Mengubah Otak

Pada penelitian yang terbit dalam edisi online minggu ini mengenai laporan dari the National Academy of Science disebutkan bahwa para peneliti telah membandingkan aktivitas otak delapan orang bhikkhu Buddhis senior dengan 10 orang pelajar yang sehat.

Para bhikkhu rata-rata berumur 49 tahun. Mereka masing-masing telah mendalami latihan mental dengan bermeditasi selama 10.000 sampai 50.000 jam dalam jangka waktu 15 sampai 40 tahun.

Para pelajar rata-rata berumur 21 tahun. Mereka sama sekali tidak mempunyai pengalaman dalam meditasi dan mendapatkan satu minggu latihan meditasi sebelum penelitian dimulai.

Kedua kelompok diminta mempraktekkan meditasi belas kasih. Meditasi ini tidak memerlukan konsentrasi pada hal-hal khusus. Para peserta diarahkan untuk membangkitkan perasaan cinta kasih dan belas kasih tanpa terfokus pada obyek tertentu.

Para peneliti dengan mempergunakan Electro Encephalo Grams mengukur aktivitas otak sebelum, selama, dan setelah meditasi.

Mereka menemukan perbedaan aktivitas otak yang menyolok di antara kedua kelompok tersebut. Aktivitas otak jenis ini dinamakan aktivitas gelombang gamma yang melibatkan proses-proses mental termasuk perhatian, ingatan kerja, pengetahuan serta kesadaran.

Para bhikkhu Buddhis mempunyai tingkat aktivitas gelombang gamma yang lebih tinggi sebelum mereka mulai meditasi. Perbedaan tersebut meningkat secara dramatis selama bermeditasi. Kenyataannya, para peneliti mengatakan tingkat aktivitas gelombang gamma tersebut adalah tingkat yang tertinggi yang pernah dilaporkan.

Para bhikkhu juga mempunyai lebih banyak aktivitas otak di daerah yang berhubungan dengan emosi-emosi positif, seperti kebahagiaan.

Para peneliti menyebutkan kenyataan bahwa bhikkhu - bhikkhu itu telah mempunyai tingkat aktivitas otak jenis ini yang lebih tinggi sebelum meditasi dimulai. Hal ini menunjukkan bahwa praktek meditasi Buddhis atau bentuk meditasi lainnya dalam jangka panjang dapat mengubah otak.

Walaupun selisih umur juga dapat mempengaruhi beberapa perbedaan yang diketemukan dalam penyelidikan ini, para peneliti mengatakan bahwa praktek meditasi berjam-jam itulah yang lebih menentukan aktivitas gelombang gamma daripada usia seseorang.

Para peneliti mengatakan masih diperlukan penyelidikan yang lebih banyak lagi untuk melihat apakah perbedaan dalam aktivitas otak lebih disebabkan oleh latihan meditasi jangka panjang itu sendiri atau oleh perbedaan individu sebelum latihan.



Naskah Asli:
Meditation May Bolster Brain Activity - The Buddhist Channel
Sumber Lutz, A. Proceedings of the National Academy of Science, 8 November 2004.
(http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=7%2C378%2C0%2C0%2C1%2C0)

Diterjemahkan oleh : Jenny H - Surabaya
Editor : Bhikkhu Uttamo 

Dikutip dari: http://samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id=831&multi=T&hal=0